Jumat, 31 Desember 2010

Dasyatnya Energi Maaf

”Hendaklah mereka memberi maaf dan melapangkan dada, tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah?” (QS. An-Nuur [24]: 22).

Sahabatku yang diberkahi Allah SWT, kita semua diberikan kesempatan hidup dengan waktu yang amat terbatas, dalam perjalanan hidup kita memiliki menuju 2 Visi, Sukses Dunia dan Sukses Akhirat, perjalanan meraih 2 sukses tersebut akan terasa ringan dan menyenangkan jika kita tidak sibuk mengumpulkan beban-beban berat yang harus kita pikul, 

Minggu siang, 8 April 2001 di Augusta National Golf Club Georgia, Amerika Serikat, Tiger Woods, Pegolf yang saat itu berusia 25 tahun, menyelesaikan hole ke-18 dengan mengayunkan putter-nya dari jarak 5 meter dan masuk sempurna! Dan para penonton berteriak histeris, “Tiger! Tiger!” melalui kemenangannya ini Tiger Woods mencapai prestasi yang luar biasa. Dalam jangka waktu setahun ia telah meraih juara dari empat pertandingan yang amat bergengsi didunia golf internasional.

Ayahnya berkata,”Ketekunan berlatih, tekad kuat untuk meraih kemenangan, tabah mengatasi kekalahan merupakan ciri-ciri Tiger Woods.” Walaupun mengalami diskriminasi dibeberapa klub golf, namun Ayahnya berpesan secara arif “Jangan sampai kau sakit hati dan memupuk dendam. Kau harus mengasihani orang-orang yang masih rasialis.”

Disepanjang perjalanan karier dan bisnis, tidak dapat dipungkiri bahwa kita harus berhadapan dengan berbagai jenis kepribadian manusia. Roberta Cava, dalam bukunya Dealing with Difficult People, menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang berpotensi menyulitkan kita, yaitu:

Mereka yang sering membuat kita emosional.
Mereka yang membuat kita terpaksa melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak kita ingin lakukan.
Mereka yang mencegah atau menghalangi kita untuk melakukan sesuatu yang seharusnya kita lakukan.
Mereka yang suka menimbulkan perasaan bersalah jika kita tidak melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya.
Mereka yang suka menimbulkan perasaan-perasaan negative terhadap kita seperti frustasi, marah, minder, iri, depresi, dan sebagainya.
Mereka yang selalu menggunakan kekerasan dan memanipulasi untuk mencapai tujuannnya.

Kita tidak mungkin dapat mengendalikan sikap orang-orang tersebut. Tidak ada yang dapat kita lakukan untuk mencegah mereka agar tidak berbuat negative. Namun, kita bisa mengelola hati kita. Daripada sibuk menyimpan kekesalan, dendam, dan amarah yang jelas-jelas tidak berguna, bukankah lebih baik jika kita berpikir tentang cara agar kita dapat menaklukan musuh tanpa harus bertempur? Ingatlah bahwa tak ada yang lebih hebat yang dapat menghambat kebahagiaan kita daripada rasa benci, marah, dan kesal.

Tidaklah penting apa yang dilakukan seseorang terhadap kita atau besarnya kesalahan mereka. Jika kita tidak memaafkannya, kitalah yang akan menanggung akibatnya. Memaafkan dan mengampuni orang lain membebaskan kita dari kelumpuhan hidup.

Menyimpan rasa dendam dan amarah memboroskan tenaga dan energi yang dapat kita arahkan menuju kebahagiaan. Jika kita rela memaafkan, kita dapat menyumbang lebih banyak pada kehidupan dan merasa bahagia terhadap diri sendiri dan orang lain.

Pengampunan itu menyembuhkan. Pengampunan itu membuka hati kita, membebaskan emosi-emosi kita, melepaskan energi yang tersumbat didalam tubuh, dan membiarkan dia hidup mengalir bebas.

Mengampuni dan melupakan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tindakan ini diperlukan kerendahan dan kebesaran hati. Namun, itulah satu-satunya cara untuk menempuh jalan menuju kebahagiaan dan kesuksesan sejati.

Sahabatku, Hidup ini akan semakin terasa sangat singkat kalau hanya untuk Membenci, tidak satupun diantara kita yang paling sempurna dan paling suci, mari kita maafkan ayah ibu kita, anak-anak kita, suami kita, istri kita, saudara-saudara kita, bos kita, karyawan kita, pembantu kita, teman dan sahabat kita. ada banyak cara memberi dan meminta maaf, jika kita masih malu dan ragu bertemu, via SMS dan FB bisa menjadi pendahuluannya.

”Maafkanlah mereka dan lapangkan dada, sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya)” (QS. Al-Ma‘idah [5]: 13). Baca juga QS Al-Baqarah (2): 109, dan Al-Nûr (24): 22.

Rasullulah Saw memberikan bimbingan, “Carilah alasan untuk memaafkan saudaramu walau hingga 70 alasan.” Seorang murid bertanya kepada gurunya, Imam Hasan Al-Basri, “Mengapa Rasullah menyuruh kita mencari 70 alasan untuk memaafkan?”. Jawab Hasan Basri, “Itu menunjukkan pentingnya memaafkan. Sebelum kita sampai pada 70 alasan kita belum bisa memaafkan, kita harus bersedih karena memiliki hati sekeras batu.” www.siswakucerdas.blogspot.com
Baca Selengkapnya - Dasyatnya Energi Maaf

Kamis, 23 Desember 2010

Biarkan Tuhan Bekerja

Tulisan ini dibuat oleh Ibu Siti Nurlaela, Dosen PWK yg saat ini sdg studi S3 di
Australia - Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Amin, JH

Terinspirasi oleh sebuah kisah berjudul “PUSH” : Pray Until Something Happened.
Dikisahkan seorang pemuda yang diberi amanah oleh Tuhan untuk mendorong sebuah batu sebesar gunung. Sepanjang hari setiap malam, pemuda tersebut berusaha, tetapi tidak seincipun batu berpindah. Dalam keputusasaan, dia berdoa. Tuhan menjawab doanya: Aku hanya perintahkan kamu untuk mendorong batu, bukan memindahkannya. Lihatlah hasil
usahamu. Badanmu lebih kuat. Jiwamu lebih sabar. Dan itulah tujuan dari perintahKu.
Seketika Tuhan memindahkan batu tersebut.

Seiring perjalanan kita di dunia, hidup tidaklah datar. Manusia menghadapi siklus kehidupan, seiring dengan itu, mengalami siklus ujian. Manusia lahir, tumbuh berkembang. Sejak bayi telah diuji oleh terpaan lingkungan, yang dengan instingnya yang masih bersih, Tuhan menjaga dengan caraNya agar dia survive. Manusia tumbuh berkembang.
Beranjak dewasa, mampu mengembangkan pemikiran dan menghidupkan akalnya, berlakulah ujian Tuhan yang lain, berupa kebebasan berkehendak. Dia menghadapi berbagai fenomena, Tuhan menaikkannya, menurunkan, menjatuhkan, mengangkat, seperti
roda yang berputar, seperti roller coaster, melambat dan melaju. Berlaku kebebasan berkehendak: pilihan untuk bersikap atas setiap fenomena. Pada fase-fase inilah, dia sedang dibentuk atau membentuk dirinya.

Fase kehidupan adalah arena perlombaan, perlombaan adalah ujian kehidupan, dan manusia sesungguhnya sedang “berlomba”: Dalam surat Al Waqiah: pada hari pembuktian, manusia terbagi ke dalam tiga golongan: golongan kiri yang sengsara, golongan kanan yang mulia, dan golongan yang didekatkan kepada Allah dan paling terdahulu masuk
surga. Seperti itulah akhir cerita penghidupan manusia kelak.. yang tercermin dari bagaimana dia menjalani penghidupan saat ini. Menyikapinya, kadang kita terjebak dengan logical fallacy: mengandalkan kemampuan diri sendiri: melupakan Tuhan.
Padahal, Tuhan Maha Tahu hakikat ciptaanNya. Tuhan lebih tahu kita daripada diri kita sendiri. Tuhan Maha Tahu batas kemampuan kita, karena itu “tidaklah kita diuji melainkan sebatas kemampuan”… Seorang anak sekolah yang tidak pernah lulus ujian, harus mengulang ujian yang sama… Batas ketika kita terbukti mampu adalah saat kita lulus ujian. Bentukan diri “yang tahan uji” “tahan banting” atau lemah, menyerah, dan akhirnya harus melewati ujian yang sama, terlalui dalam proses hidup.

Yah, kita sedang berlomba dalam ujian demi ujian yang bertubi. Bagaimana kita berusaha agar bisa menang. Apakah kita akan berjalan sendiri menuruti kehendak, dengan akal yang tertuntun oleh hikmah kehanifan – atau dengan akal yang terselimuti kebebasan hawa nafsu – atau malah sama sekali tidak mampu menggunakan akal karena
kuatnya hawa nafsu. Tuhan tidaklah “tidak memperhatikan”. Hanya…kesadaran manusia akan “campur tangan” Tuhan yang menentukan, apakah dia MEMILIH untuk berjalan sendiri, atau MEMILIH untuk menyerahkan pekerjaan berat di hadapannya kepada si yang
Empunya perintah. Jika kita dapat berkolaborasi dengan “juri” yang menilai kelulusan kita, alangkah mudahnya kita lulus ujian. Hakekatnya, saat kita MEMILIH berjalan bersama Tuhan, sesungguhnya kita sedang “berkolaborasi” dengan juri, “berkolusi” dengan yang mempunyai dan menciptakan scenario permainan. Maka demikian, kemenangan
kita adalah keniscayaan. Karena Tuhan Maha Tahu dan Lebih Tahu diri kita dari kita sendiri.

Seorang survivor yang berikhlas dan berpasrah pada Tuhan tidak akan berputus asa menghadapi arena perlombaan betapapun beratnya. Karena dia tahu, Tuhan Yang Maha Tahu akan berjalan bersamanya melewati semua. Dia tidak akan pernah berhenti berusaha dan tidak akan berhenti berdoa. Seperti kisah sang pemuda dalam usahanya
memindahkan batu sebesar gunung, dia mendorong batu, dan berdoa. Maka Keep in your PUSH (Pray until something happened) manakala kita memasuki arena.. dan Biarkan Tuhan Bekerja. “Dan ingatlah ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisiMu dan sempunakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami” (QS 18:10).

Siti Nurlaela
Baca Selengkapnya - Biarkan Tuhan Bekerja

Sabtu, 18 Desember 2010

Mengukur Cinta Kita Kepada Orang Tua


Ayah dan ibu adalah dua orang yang sangat berjasa kepada kita. lewat keduanyalah kita terlahir di dunia ini. keduanya menjadi sebab seorang anak bisa mencapai surga. do’a mereka ampuh, dan kutukannya juga manjur. Namun betapa banyak sekarang ini kita jumpai anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Tidak mau mendengarkan nasehat orang tua, membentak orang tua disaat orang tua menegurnya, kemudian mencaci maki kedua orang tuanya, bahkan ada yang sampai membunuhnya karena tidak memenuhi keinginan mereka.

Mencintai orang tua adalah salah satu bentuk keimanan dan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya, karena banyak ayat dalam al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk berbakti kepada orang tua. Diantaranya:

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ … 

“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua … .” (Qs. An Nisa’ [4] : 36)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat di atas : “Kemudian (setelah menyuruh bertauhid, pent.) Allah subhanahu wa ta'ala memberi wasiat untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Karena Allah menjadikan mereka berdua sebagai sebab keluarnya engkau dari ‘tidak ada’ menjadi ‘ada’. Dan banyak sekali Allah menggandengkan perintah beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada kedua orang tua.”

قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ

“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Rabb kalian, yaitu janganlah mempersekutukan sesuatu dengan Dia dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua.” (Qs. Al An’am [6] : 151)

Janganlah pernah kita mengukur rasa cinta kita kepada orang tua. Jika dibandingkan dengan apa yang mereka berikan pada kita itu tidak seberapa. Memang ada beberapa diantara kita, suka hitung-hitungan dengan orang tua kita. Misalnya, kala kamu udah jagain adik, kamu suka minta jatah es krim sepulang ibu dari pasar. Apalagi yang berkaitan dengan pekerjaan beres-beres rumah, ujung-ujungnya kita suka minta imbalan uang atau barang lainnya. Malah ada juga di antara teman remaja yang masang “Tarif” duluan sebelum bekerja. Kita bersedia melakukan pekerjaan itu, tapi ada syaratnya: ada uang jajannya sebagai ‘sogokan’. Nah inilah yang perlu kita singkirkan dari benak kita. 

Ada cerita menarik yang berhubungan dengan tema ini dari buku Chicken Soup for the Soul karya Jack Canfield dan Mark Victor Hansen. Dikisahkan ada seorang anak yang menyodorkan selembar kertas berisi tulisan semacam tagihan kepada ibu. Isinya: Memotong rumput 5 dolar, membersihkan kamar 1 dolar, pergi ke toko menggantikan ibu 0.5 dolar, menjaga adik waktu ibunya belanja 0.25 dolar, membuang sampah 1 dolar, untuk rapor yang bagus 5 dolar, dan untuk membersihkan dan menyapu halaman 2.99 dolar. Total utang ibu kepadaku: 14.75 dolar.

Si ibu menatap anaknya lekat-lekat, lalu mengambil bolpen, dan kemudian menulis di balik kertas tersebut. Isinya begini: Untuk sembilan bulan ketika Ibu mengandung kamu selama tumbuh dalam perut Ibu, Gratis. Untuk semua malam ketika Ibu menemani kamu, mengobati kamu, dan mendoakan kamu, Gratis. Untuk semua saat susah, dan semua air mata yang kamu sebabkan selama ini, Gratis. Kalau dijumlahkan semua, harga cinta Ibu adalah Gratis. Untuk semua malam yang dipenuhi rasa takut dan untuk rasa cemas di waktu yang akan datang, Gratis. Untuk mainan, makanan, baju, dan juga menyeka hidungmu, semuanya juga Gratis, anakku. Dan kalau kamu menjumlahkan semuanya, harga cinta sejati Ibu kepadamu juga Gratis.

Setelah itu, si anak berkata kepada ibunya, “Bu, aku sayang sekali sama Ibu.” Dan kemudian si anak mengambil bolpen lalu menuliskan dengan huruf besar dikertas itu: “LUNAS”
Nah, ini sekadar contoh, betapa kita kadangkala suka hitungan-hitungan sama orang tua kita. Kita mogok melakukan perintahnya, hanya karena uang jajan belum masuk kantong kita. 
Lain halnya juga ketika kita menanjak dewasa, kita mulai merasa perintah orang tua sudah gak perlu lagi di dengar. “Ini negara bebas, kita berhak mengatur diri kita sendiri”. Kalimat ini yang selalu muncul dari mulut kita. Sehingga saat orang tua kita menegur kita karena selalu pulang malam, merokok, mabuk-mabukkan, serta pergaulan bebas, dan lainnya. Kita dengan mudahnya membentak dan memarahi orang tua kita. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS al-Israa’ [17]: 23)

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “Wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Qs. Al Israa’ : 24)

Penjelasan ini cukup memberikan gambaran betapa pentingnya berbuat baik kepada orang tua. Karena inilah amalan yang sangat dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan mencintai dan berbuat baik kepada orang tua itu termasuk ciri ketaatan beragama yang benar. Sebagaimana tergambar dalam hadits Nabi Saw dibawah ini.

"Aku bertanya kepada Rasulullah: "Amalan apakah yang dicintai oleh Allah" Beliau menjawab: "Sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Berbakti kepada kedua orang tua". Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Jihad dijalan Allah". (HR. Bukhari dan Muslim).

Semoga kita tergolong anak-anak yang berbakti kepada Orang Tua. Amin. Wallahu a'lam bishshawab.
Baca Selengkapnya - Mengukur Cinta Kita Kepada Orang Tua

Rabu, 15 Desember 2010

Wasiat Akhir Tahun 2010

Dua minggu lagi .. tahun 2010 akan segera berakhir, begitu juga dengan tahun hijriah 1431 H baru saja kita lewati dan saat ini kita sudah berada di tahun 1432 H. Waktu berjalan terus. Usia pun bertambah. Pernahkah bertanya pada diri sendiri. Apa yang sudah kita lakukan selama ini? .. berapa banyak perbuatan kita yang telah membawa kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain? … dan berapa banyak pula perbuatan yang telah membawa kesusahan untuk diri sendiri dan orang lain. Bersyukurlah orang² yang dapat membuat kebaikan lebih banyak dari pada keburukan.
Ada tiga wasiat yang disampaikan oleh Rasulullah pada setiap akhir tahun. Wasiat ini menyadarkan ku bahwa dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia sebagai tanda bahwa masa ‘kontrak’ kita didunia juga semakin mendekati tanggal jatuh tempo yang kita tidak tahu kapan.
Salah satu tanda mendekati masa jatuh tempo kontrak adalah dengan berakhirnya tahun 2008 diganti dengan 2010, tahun 1431 diganti dengan 1432 .. apakah tahun baru yang akan tiba tersebut sebagai waktu jatuh tempo kontrak kita? .. wallahualambisawab.
Oleh karena itu, sebelum semuanya menjadi kasep.
Sebelum tanggal jatuh tempo ‘kontrak’ kita terungkap.
Sebelum sesal kemudian tak berguna ..
dan sebelum nasi menjadi bubur .. bolehlah kita mengingat² ketiga wasiat Rasulullah tersebut :


1. Menyiapkan bekal.
Ibarat akan berangkat ke suatu tempat. Kita selalu menyiapkan bekal bukan? .. misalnya uang yang cukup, pakaian ganti selama diperjalanan dan ditempat sana, tiket jika akan menggunakan angkutan umum atau cek kondisi kendaraan jika membawa sendiri.


Demikian juga dengan kehidupan. Setelah kontrak ‘hidup’ jatuh tempo dan tidak dapat direscheduling lagi .. maka kita harus segera ‘berangkat’ kesana. Kira² apa saja yang kita harus bawa? .. masa cuma lenggang kangkung sih?
Menurut penceramah .. bekal yang harus kita siapkan adalah amal saleh. Begitu juga dengan ibadah wajib yang harus dilakukan, seperti : sholat, puasa dan zakat serta haji (untuk yang mampu) .. pokoknya perbuatan² di dunia yang mendapatkan ‘point’ untuk ditukarkan dengan tiket ke surga.
2. Perbaiki kapalmu.
Seperti ketika kita melakukan perjalanan keluar kota, acap kali kita menggunakan kendaraan — baik angkutan umum maupun kendaraan pribadi. Agar perjalanan lancar, tentunya wahana angkutan tersebut kudu diperiksa kehandalannya. Jangan sampai ditengah jalan nanti mogok. OMG!!! cape deee.


Dikisahkan oleh si penceramah bahwa kendaraan atau kapal ini adalah hati kita. Sehingga untuk mendapatkan ‘point’ reward yang banyak untuk mengumpulkan ‘minimal saldo’ tentu diperlukan hati yang bersih.
Selalu merasa bersyukur dengan apapun yang diberikan-Nya pada kita. Tidak iri ketika tetangga mempunyai mobil baru. Tidak sakit hati ketika teman seangkatan dipromosikan dan sebagainya.
3. Bersihkan rintangan.
Begitu juga dalam perjalanan .. ada kemungkinan kita akan menemukan berbagai halangan dan rintangan. Boleh jadi ban yang kempes, bensin yang habis, accident dan sebagainya.


Nah .. dalam menjalani hidup pun begitu. Selalu ada cobaan, ada godaan yang membuat kita lalai, membuat hati kita ternoda, membuat semuanya tidak berjalan tidak kearah yang sebenarnya.
Begitulah … sebuah wasiat yang boleh direnungkan, diyakini dan dijalani. Boleh jadi kita tidak sependapat dengan analogi² diatas. Apapun .. sebentar lagi tahun 2010 dan 1431 akan kita lewati. Adakah waktu buat kita untuk tetap melepas tahun 2011 dan 1433 H yang akan datang?
Baca Selengkapnya - Wasiat Akhir Tahun 2010

Selasa, 14 Desember 2010

Ketika Malaikat Maut Datang Menjemput

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Saudaraku! Anda masih ingat detik-detik ketika kakek, atau nenek, atau mungkin ayah, ibunda, atau mungkin juga istri atau suami tercinta meregang nyawanya? Pernahkah anda bertanya dan berpikir apakah yang mereka rasakan ketika ruh mereka meninggalkan raganya?
Agar anda dapat menerka apa yang mereka rasakan kala itu, coba anda kembali mengingat raut wajah mereka ketika detik-detik terakhir sebelum meninggal dunia.
Tahukah saudara! Apa yang dialami oleh ayahanda atau kerabat anda saat itu? Tahukah saudara, dengan siapa ia berhadapan? Berikut inilah kejadian yang dialami oleh ayahanda atau ibunda atau kerabat anda kala itu (Kisah ini dituturkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan Ibnu Majah),
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِى انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلاَئِكَةٌ مِنَ

 السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ 

الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِىءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ 

فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِى إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ – قَالَ – فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا

 تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِى السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِى يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى 

يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِى ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِى ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ 

عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ – قَالَ – فَيَصْعَدُونَ بِهَا فَلاَ يَمُرُّونَ – يَعْنِى بِهَا – عَلَى مَلأٍ مِنَ


الْمَلاَئِكَةِ إِلاَّ قَالُوا مَا هَذَا الرُّوحُ الطَّيِّبُ فَيَقُولُونَ فُلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ بِأَحْسَنِ أَسْمَائِهِ الَّتِى كَانُوا 

يُسَمُّونَهُ بِهَا فِى الدُّنْيَا

Sesungguhnya bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan akhirat, ia didatangi oleh sekelompok malaikat dari langit. Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut ‘alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: “Wahai jiwa yang baik, bergegaslah keluar dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah”. Segera ruh orang mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkanya sekejappun berada di tangan Malaikat Maut. Para malaikat segera mengambil ruh orang mukmin itu dan membukusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang pernah ada di dunia. Selanjutnya para malaikat akan membawa ruhnya itu naik ke langit. Tidaklah para malaikat itu melintasi segerombolan malaikat lainnya, melainkan mereka akan bertanya, “Ruh siapakah ini, begitu harum.” Malaikat pembawa ruh itupun menjawab, “Ini adalah arwah Fulan bin Fulan” (disebut dengan namanya yang terbaik yang dahulu semasa hidup di dunia ia pernah dipanggil dengannya).
Saudaraku! Walau demikian mudah arwah orang mukmin keluar dari raganya, akan tetapi bukan berarti bebas dari rasa sakit! Sekali-kali tidak.
Adakah keraguan pada diri anda bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang mukmin yang paling sempurna keimanannya? Akan tetapi kemulian dan kesempurnaan iman beliau tidak dapat melindungi beliau dari rasa pedihnya sakaratul maut.  Oleh karena itu, tatkala beliau menghadapi sakaratul maut, beliau begitu gundah. Beliau berusaha menenangkan dirinya dengan mengusap wajahnya dengan tangannya yang telah dicelupkan ke dalam bejana berisi air. Beliau mengusap wajahnya berkali-kali, sambil bersabda,
(لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ (رواه البخاري
Tiada Tuhan Yang berhak diibadahi selain Allah. Sesungguhnya kematian itu disertai oleh rasa pedih.” Riwayat Imam Bukhari.
Pada suatu hari sahabat Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Ka’ab Al Ahbaar,
يا كعب حدثنا عن الموت، قال: يا أمير المؤمنين غصن كثير الشوك يدخل في جوف الرجل فتأخذ كل شوكة بعرق يجذبه رجل شديد الجذب، فأخذ ما أخذ، وأبقى ما أبقى.
Wahai Ka’ab: Ceritakan kepada kita tentang kematian!. Ka’abpun berkata: Wahai Amirul Mukminin! Gambaran sakitnya kematian adalah bagaikan sebatang dahan yang banyak berduri tajam, tersangkut di kerongkongan anda, sehingga setiap duri menancap di setiap syarafnya. Selanjutnya dahan itu sekonyong-konyong ditarik dengan sekuat tenaga oleh seorang yang gagah perkasa. Bayangkanlah, apa yang akan turut tercabut bersama dahan itu dan apa yang akan tersisa!” Riwayat Abu Nu’aim Al Asfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’.
شداد بن أوس الموت افظع هول في الدنيا والآخرة على المؤمن وهو أشد من نشر


 بالمناشير وقرض بالمقاريض وغلي في القدور. ولو أن الميت نشر فأخبر أهل الدنيا 


بالموت ما انتفعوا بعيش ولا لذوا بنوم

Syaddaad bin Al Aus berkata, “Kematian adalah pengalaman yang paling menakutkan bagi seorang mukmin, baik di dunia ataupun di akhirat. Kematian itu lebih menyakitkan dibanding anda digergaji, atau dipotong dengan gunting, atau direbus dalam periuk. Andai ada seseorang yang telah mati diizinkan untuk menceritakan tentang apa yang ia rasakan pada saat menghadapi kematian, niscaya mereka tidak akan pernah bisa menikmati kehidupan dan juga tidak akan pernah tidur nyenyak.
Bila demikian dahsyatnya rasa sakit yang menimpa seorang mukmin ketika menghadapi sakaratul maut, maka bagaimana dengan diri Anda? Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang menodai lembaran amal Anda? Anda ingin tahu bagaimana rasanya sakarutul maut bila anda tidak segera bertaubat dari kemaksiatan dan beristiqamah dalam ketaatan? Simaklah kelanjutan hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah di atas,
وَإِنَّ الْعَبْدَ الْكَافِرَ وفي رواية وَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ السُّوءُ إِذَا كَانَ فِى انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ
 مِنَ الآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مِنَ السَّمَاءِ مَلاَئِكَةٌ سُودُ الْوُجُوهِ مَعَهُمُ الْمُسُوحُ فَيَجْلِسُونَ مِنْهُ مَدَّ 
الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِىءُ مَلَكُ الْمَوْتِ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ اخْرُجِى إِلَى 
سَخَطٍ مِنَ اللَّهِ وَغَضَبٍ – قَالَ – فَتُفَرَّقُ فِى جَسَدِهِ فَيَنْتَزِعُهَا كَمَا يُنْتَزَعُ السَّفُّودُ مِنَ الصُّوفِ
 الْمَبْلُولِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِى يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَجْعَلُوهَا فِى تِلْكَ الْمُسُوحِ 
وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَنْتَنِ رِيحِ جِيفَةٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ فَيَصْعَدُونَ بِهَا فَلاَ يَمُرُّونَ بِهَا
 عَلَى مَلأٍ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ إِلاَّ قَالُوا مَا هَذَا الرُّوحُ الْخَبِيثُ فَيَقُولُونَ فُلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ بِأَقْبَحِ أَسْمَائِهِ 
الَّتِى كَانَ يُسَمَّى بِهَا فِى الدُّنْيَا .رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني

Bila orang kafir, pada riwayat lain: Bila orang jahat hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan akhirat, ia didatangi oleh sekelompok malaikat dari langit. Mereka berwajahkan hitam kelam, membawa kain yang kasar, dan selanjutnya mereka duduk darinya sejauh mata memandang. Pada saat itulah Malaikat Maut ‘alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: “Wahai jiwa yang buruk, bergegaslah engkau keluar dari ragamu menuju kepada kebencian dan kemurkaan Allah”. Segera ruh orang jahat itu menyebar keseluruh raganya. Tanpa menunda-nunda malaikat maut segera mencabut ruhnya dengan keras, bagaikan mencabut kawat bergerigi dari bulu domba yang basah. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat Maut menyambutnya.
Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkanya sekejappun berada di tangannya. Para malaikat segera mengambil ruh orang jahat itu dan membukusnya dengan kain kasar yang mereka bawa. Dari kain itu tercium aroma busuk bagaikan bau bangkai paling menyengat yang pernah tercium di dunia. Selanjutnya para malaikat akan membawa ruh itu naik ke langit. Tidaklah para malaikat itu melintasi sekelompok malaikat lainnya, melainkan mereka akan bertanya: “Ruh siapakah ini, begitu buruk.” Malaikat pembawa ruh itupun menjawab: Ini adalah arwah Fulan bin Fulan (disebut dengan namanya yang terburuk yang dahulu semasa hidup di dunia ia pernah dipanggil dengannya).”
Saudaraku! Coba anda ingat kembali, rasa pedih dan sakit yang pernah anda rasakan ketika tertusuk atau tersengat api! Sangat menyakitkan bukan? Padahal syaraf yang merasakan rasa sakit hanyalah sebagiannya. Walau demikian, rasanya begitu menyakitkan, sehingga susah untuk dilupakan?
Nah bagaimana halnya bila kelak pada saat sakaratul maut seluruh syaraf anda merasakan sakit. Disaat ruh anda berusaha berpegangan erat-erat dengan setiap syaraf anda sedangkan Malaikat Maut mencabutnya dengan keras dan kuat. Betul-betul menyakitkan.
Penampilan Rasa Malaikat Maut yang begitu seram dan menakutkan akan semakin menambah pedih rasa sakit yang anda rasakan.
Saudaraku! Siapkah anda menjalani pengalaman yang begitu menakutkan dan begitu menyakitkan?
Bila saudara tidak kuasa menjalani sakaratul maut yang sangat menyakitkan seperti ini, maka mengapa noda-noda maksiat terus mengotori lembaran amal dan menghitamkan hati anda? Mengapa kaki anda terasa kaku, tangan serasa terbelenggu, mata seakan melekat dan pintu hati seakan terkunci ketika ada seruan beribadah kepada Allah?

Saudaraku! Agar hati anda kembali menjadi lunak dan pintu hati anda terbuka lebar-lebar untuk menerima dan mengamalkan kebenaran, maka alangkah baiknya bila anda sering-sering berziarah ke kuburan. Dengan berziarah ke kuburan, diharapkan anda akan senantiasa menyadari, cepat atau lambat anda pasti menjadi salah seorang dari penghuni kuburan.
(زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ (رواه مسلم
“Berziarahlah ke kuburan, karena ziarah ke kuburan itu dapat mengingatkan kalian akan kematian.” Riwayat Muslim.
Saudaraku! Ada satu pertanyaan yang tidak mungkin anda temukan jawabannya sebelum anda mengalaminya sendiri: Termasuk golongan manakah diri anda, apakah termasuk golongan orang-orang mukmin yang dimudahkan ketika menghadapi sakaratul maut ataukah termasuk golongan yang kedua?
Karenanya, marilah kita berjuang, dan berdoa memohon kepada Allah agar diri kita –dengan rahmat dan kemurahan Allah- dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan keteguhan dan kemudahan ketika menghadapi Malaikat Maut. Amiin.
Baca Selengkapnya - Ketika Malaikat Maut Datang Menjemput

Minggu, 12 Desember 2010

Orang Mukmin Tidak Pernah Stress


                                بسم الله الرحمن الرحيم  

Sebagai hamba Allah, dalam kehidupan di dunia manusia tidak akan luput dari berbagai cobaan, baik kesusahan maupun kesenangan, sebagai sunnatullah yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir.
Allah SWT Berfirman:
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS al-Anbiya’:35).
Imam Ibnu Katsir semoga Allah SWT merahmatinya berkata: “(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang beputus asa”1.

Kebahagiaan hidup dengan bertakwa kepada Allah
Allah SWT dengan ilmu-Nya yang maha tinggi dan hikmah-Nya yang maha sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan)2 hidup bagimu” (QS al-Anfaal:24).
Imam Ibnul Qayyim semoga Allah SWT merahmatinya berkata: “(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik). Meskipun dia memiliki kehidupan (seperti) hewan yang juga dimiliki oleh binatang yang paling hina (sekalipun). Maka kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin”3.
Inilah yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya firman-Nya:

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan ” (QS. ِِan-Nahl:97).
Dalam ayat lain Dia berfirman:

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (QS Huud:3).
Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim berkata: “Dalam ayat-ayat ini Allah  menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat4.
Oleh karena itulah, Rasulullah  menggambarkan ibadah shalat, yang dirasakan sangat berat oleh orang-orang munafik, sebagai sumber kesejukan dan kesenangan hati, dalam sabda beliau :

وجعلت قرة عيني في الصلاة
“Dan Allah menjadikan qurratul ‘ain bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat”5.
Makna qurratul ‘ain adalah sesuatu yang menyejukkan dan menyenangkan hati6.

Sikap seorang mukmin dalam menghadapi masalah
Dikarenakan seorang mukmin dengan ketakwaannya kepada Allah SWT, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, maka masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan karena keimanannya yang kuat kepada Allah SWT sehingga membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allah SWT berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya. Dan dengan keyakinannya ini Allah SWT akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS at-Taghaabun:11).
Imam Ibnu Katsir berkata: “Makna ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah SWT), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan yang lebih baik baginya”7.
Inilah sikap seorang mukmin dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Meskipun Allah SWT dengan hikmah-Nya yang maha sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allah SWT dalam mengahadapi musibah tersebut. Dan tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang mukmin.
Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar danihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Adapun orang-orang kafir, maka mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisab(mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan). Sungguh Allah telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:

وَلا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لا يَرْجُونَ
“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan” (QS an-Nisaa’:104).
Maka orang-orang mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan, akan tetapi orang-orang mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allah SWT8.

Hikmah cobaan
Disamping sebab-sebab yang kami sebutkan di atas, ada faktor lain yang tak kalah pentingnya dalam meringankan semua kesusahan yang dialami seorang mukmin dalam kehidupan di dunia, yaitu dengan dia merenungkan dan menghayati hikmah-hikmah agung yang AllahSWT jadikan dalam setiap ketentuan yang diberlakukan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Karena dengan merenungkan hikmah-hikmah tersebut dengan seksama, seorang mukmin akan mengetahui dengan yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah justru untuk kebaikan bagi dirinya, dalam rangka menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allah SWT.
Semua ini disamping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allah  dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya. Dan dengan sikap ini Allah  akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allah akan memeperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah haditsqudsi:
أنا عند ظنّ عبدي بي”
“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku”9.
Makna hadits ini: Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allah SWT10.
Di antara hikmah-hikmah yang agung tersebut adalah:

  1. Allah SWT menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya, yang kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allah , maka musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut akan meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT11. Inilah makna sabda Rasulullah SAW:  “Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah SWT) adalah para Nabi SAW kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah SWT) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tsb berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)”12.
  2. Allah SWT menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang mukmin kepada-Nya, karena Allah SWT mencintai hamba-Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang13. Inilah makna sabda Rasulullah SAW“Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya”14.
  3. Allah SWT menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allah SWT sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Dan inilah keistimewaan surga yang menjadikannya sangat jauh berbeda dengan keadaan dunia, karena Allah menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hamba tersebut hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti15. Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasulullah SAW:
كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل”
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan”16.


Penutup
Sebagai penutup, kami akan membawakan sebuah kisah yang disampaikan oleh imam Ibnul Qayyim tentang gambaran kehidupan guru beliau, imam Ahlus sunnah wal jama’ah di jamannya, syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – semoga Allah merahmatinya –. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allah SWT takdirkan bagi dirinya. Ibnul Qayyim berkata: “Dan Allah SWT yang maha mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau (Ibnu Taimiyyah). Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah SWT), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-musuh beliau). Tapi bersamaan dengan itu semua (aku mendapati) beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Dan kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat), maka dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”17.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Nabi saw, 15 Rabi’ul awwal 1430 H
Abdullah bin Taslim Al Buthoni
Catatan Kaki:
1 Tafsir Ibnu Katsir (5/342- cet daru thayyibah).
2 Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (4/34).
3 Kitab “al-Fawa-id” (hal. 121- cet. Muassasatu ummil qura’).
4 Al waabilush shayyib (hal. 67- cet. Darul kitaabil ‘arabi).
5 HR. Ahmad (3/128), an-Nasa-i (7/61) dan imam-imam lainnya, dari Anas bin Malik , dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam “Shahihul jaami’ish shagiir” (hal.544).
6 Lihat “Fatul Qadiir”, karya Imam Asy Syaukaani (4/129).
7 Tafsir Ibnu Katsir (8/137).
8 Ighaatsatul lahfan (hal. 421-422 – Mawaaridul amaan).
9 HSR al-Bukhari (no. 7066- cet. Daru Ibni Katsir) dan Muslim (no. 2675).
10 Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (2/312) dan “Tuhfatul ahwadzi” (7/53).
11 Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam “Ighaatsatul lahfan” (hal. 422 – Mawaaridul amaan).
12 HR at-Tirmidzi (no. 2398), Ibnu Majah (no. 4023), Ibnu Hibban (7/160), al-Hakim (1/99) dan lain-lain, dishahihkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim, adz-Dzahabi dan syaikh Al Albani dalam “Silsilatul ahaadits ash-shahiahah” (no. 143).
13 Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam “Ighaatsatul lahfan” (hal. 424 – Mawaaridul amaan).
14 HSR Muslim (no. 2999).
15 Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam “Ighaatsatul lahfan” (hal. 423 – Mawaaridul amaan), dan imam Ibnu Rajab dalam “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 461- cet. Dar Ibni Hazm).
16 HSR al-Bukhari (no. 6053).
17 Kitab “al-Waabilush shayyib” (hal. 67- cet. Darul kitaabil ‘arabi).
(Jazahullahu khairan, kepada Al Ustadz Abdullah Taslim, Lc. atas kiriman artikel-artikelnya kepada kami)
Baca Selengkapnya - Orang Mukmin Tidak Pernah Stress