Rabu, 26 Oktober 2011

Khutbah Hari Raya Idul Adha 1432 H


REKONSTRUKSI TAUHID, SOSIAL, DAN ETOS KERJA DARI PERISTIWA  NABI IBRAHIM A.S

 الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أََنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Di pagi yang penuh rahmat ini, kita semua umat muslim Indonesia, semua umat muslim di seluruh pelosok dunia, tentu sangat bersyukur kepada Allah Swt, bahwa atas perkenaan-Nya kita semua diberikan kesempatan untuk merayakan Hari Raya Qurban tahun ini bersama-sama. Sepantasnya kita kumandangkan Takbir, tahlil, dan Tahmid hingga empat hari ke depan nanti.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah
Hari raya ‘Idul Adha ditandai dengan peristiwa kemanusian dalam sejarah kehidupan manusia yang tidak mampu dilakukan oleh siapapun, hanyalah oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail, yaitu “pengorbanan” yang bermuara pada iman dan taqwa kepada Ilahi Rabbi, Allah semesta alam.
Allah berfirman :

$¬Hs>sù x÷n=t/ çmyètB zÓ÷ë¡¡9$# tA$s% ¢Óo_ç6»tƒ þÎoTÎ) 3ur& Îû ÏQ$uZyJø9$# þÎoTr& y7çtr2øŒr& öÝàR$$sù #sŒ$tB 2ts? 4 tA$s% ÏMt/r'¯»tƒ ö@yèøù$# $tB ãtB÷sè? ( þÎTßÉftFy bÎ) uä!$x© ª!$# z`ÏB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÉËÈ  

Artinya:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". (as-shaaffat:102].

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!
Peristiwa “pengorbanan” adalah persitiwa besar dan berani dalam sejarah perjalanan kehidupan umat manusia. Peristiwa ini berlandaskan pada “kebenaran, keberanian, keihlasan, kejujuran yang didasari pada perilaku iman, taqwa, kesabaran dan ahlak yang unggul dan prima.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!
Saudara-saudara kaum muslimn yang dirahmati Allah.
Umat muslimin diajarkan oleh Allah, agar senantiasa mengingat peristiwa-peristiwa yang besar, peristiwa-peristiwa yang bernilai tinggi yang berdimensi “iman” dan “taqwa”. Peristiwa Idul Adha adalah peringatan atas karya-karya dan peristiwa besar yang dialami Nabi Ibrahim a.s dengan segala pengorbanannya yang luar biasa beratnya. Peristiwa ini, menginspirasi dan memberikan saham besar untuk terbentuknya perjuangan da’wah, pendidikan moral, pola kaderisasi yang benar, dan gerakan amal-amal sosial. Nabi ibrahim telah melakukan dan bemberi contoh rekonstruksi tauhid, sosial dan etos kerja yang kuat.
Keteladanan Nabi Ibrahim a.s, terasa sangat penting dan bermakna bagi umat manusia. Apabila memperhatikan di sekeliling kita, telah terjadi persoalan-persoalan hidup yang sebenarnya hanya kecil-kecilan dan tidak terlalu mendasar. Bahkan acapkali sangat bersifat kenak-kanakan yang didasarkan pada pemikiran yang amat kerdil. Semua pesoalan tersebut ”tidak dilandasi” pada “keimanan” dan “katqawaan”, tetapi pada ”egoisme”, ”kerakusan” dan ”nafsu kebinatangan”. Contoh: seseorang membunuh isteri karena alasan cemburu, membunuh orang tua dan anak karena alasan yang sangat sederhana, memperkosa anak, memperkosa cucu sendiri dan membunuh karena hafsu kebinatangannya, perampokan dan pembunuhan. Mengedarkan narkoba karena alasan untuk ”sepring nasi”, tetapi akibatnya mengorbankan generasi bangsa ini. Perilaku koropsi, pembobolan Bank dan sampai pada dana haji yang hanya disebabkan oleh manajemen “amanah” yang disalahgunakan dan berbagai persoalan yang kita amati dan terjadi.
Persoalan-persoalan tersebut hanya “berbau nafsu” dan “kepentingan”. Semuanya telah “menenggelamkan” negeri ini dalam “lumpus keterpurukan”, “kemiskinan”, “kebobrokan” dan “dekadensi moral”, “main hakim sendiri”. Ini-lah gambaran “egoisme hidup keduniaan”, bersifat sementara dan asesosris dunia semata. Hal-hal ini, membungkam “empat pilar” kekuatan penting bagi tegaknya sebuah bangsa yang berdaulat, yakni akidah, moral, kaderisasi, dan etos kerja.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!
Kaum Muslimin Yang Berbahagia..
Nabi Ibrahim a.s adalah ”seorang imam” dan sekaligus teladan terbaik bagi sekalian umat manusia, sehingga dikatakan Nabi Ibrahim a.s adalah “bapak bagi manusia”. Nabi Ibrahim menegakkan empat pilar kekuatan tauhid, dimulai dari diri sendiri, keluarga dan kemudian meluas hingga kepada sekalian umatnya.
Nabi Ibrahim a.s telah merunrtuhkan dan menghancurkan semua berhala-berhala sebagai ujud “pembersihan aqidah-tauhid”: Firman Allah:
óOßgn=yèyfsù #¸Œºxã` žwÎ) #ZŽÎ7Ÿ2 öNçl°; óOßg¯=yès9 Ïmøs9Î) šcqãèÅ_ötƒ ÇÎÑÈ  
Artinya: “Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur terpotong-potong, keucuali yang terbesar dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali [untuk bertanya] kepadanya” [Q.S. al-Anbiaya’: 58].

Perilaku da’wah yang dilakukan Nabi Ibrahim a.s, bertentangan dengan ayahandanya dan pemerintah Namrud. Ayahandanya sendiri, sebagai “seorang begawan musyrik” dan pemerintahnya adalah “pemerintah kafir”. Ibrahim a.s menerima ancaman maut dan pengusiran dari orang tuanya dan pemerintah yang telah terpojok akalnya, menggunakan dialog yang tidak rasional dan menyelesaikannya dengan ”cara-cara primitif” yaitu “cekal” dan “bunuh”. Al-Qur’an mencatat peritiwa ini:
(#qä9$s% (#qãZö/$# ¼çms9 $YZ»uŠø^ç/ çnqà)ø9r'sù Îû ÉOŠÅspgø:$# ÇÒÐÈ  
Artinya: mereka berkata: "Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim;lalu lemparkanlah Dia ke dalam api yang menyala-nyala itu". [Q.S. Ash-Shaffat : 97]

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!
Saudara-saudara kaum muslim yang dirahmati Allah.
Demikian tantangan eskternal yang dihadapi Nabi Ibrahim. Beliau hanyalah seorang individu, sementara yang dihadapinya adalah kekuatan sosial, intimidasi pemerintah, dan sistem aqidah dan budaya masyarakat yang hancur dan terpuruk. Mungkin hal ini, juga dialami ulama-ulama, ustadz, tokoh-tokoh agama kita, dalam sejarah perjalanan da’wahnya. Tetapi belum seberat yang dialami Nabi Ibrahim a.s,. Tekad da’wahnya justru semakin besar dan membara, dengan suasana hati yang tetap dingin dan berjiwa besar untuk menegakkan kalimat “ilahi rabbi”.
Allah memberikan ujian-ujian yang tidak ringan sebagai seorang manusia yang lemah. Allah menginstruksikan untuk mengasingkan keluarganya untuk hidup sendiri di daerah yang jauh, gersang, lembah yang tandus, lembah yang tanpa penghuni dan tanpa tanda-tanda mana yang dapat dijadikan tumpuan hidup. Namun demikian iman dan kepasrahannya yang total kepada Allah, Ibrahim a.s hanya berkeinginan untuk taat dan patuh dan membangun etos kerja, dengan seraya mengadakan tangan dan berdoa:
“Ya Tuhan kami, sungguh telah aku tempatkan sebahagian dari keturunanku di lembah yang tanpa tanaman di dekat rumah Engkau yang dihormati. Ya Tuhan kami, [yang demikian itu] agar mereka mau mendirikan salat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dari berikanlah rezeki kepada mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” [Q.S. Ibrahim,14:37]
Allah mengujinya dengan perintah untuk menyembeli putera kesayangannya, seperti yang dikisahkan pada surat ash-Shaffaat di atas. Dan itu semua ditunaikan dengan segala totalitas dan ketulusan hatinya, serta diimbangi dengan kepasrahan dan kesabaran puteranya Ismail. Disinilah terlihat kerjasama dan kekompkan berjalan seiring sepenanggungan yang baik antara ayah dan anak dalam menegakkan perintah Allah dan mengemban visi ilahiah yang “berat dan penuh dengan pengorbanan tetapi muliah.
Dari konstrusksi ini, dapat kita lihat seorang bapak berhasil dengan cemerlang dalam mendidik anaknya untuk berpegang pada nilai-nilai [values] tauhid, ketaatan, kesabaran, dan keteguhan hati dalam menerima cobaan. Eksistensi dan wibawahnya sebaga seorang bapak dipertaruhkan dan bahkan dibuang jauh-jauh. Ibrahim a.s, mempercayakan pada pendekatan tauhid kepada Allah secara utuh dalam menjalani hidupnya dan juga dalam mendidik anaknya. Maka seperti yang diyakini dan dicontohkannya sendiri yaitu jiwa dan totalitas hidup anaknya diarahkan hanya kepada kepada satu titik senteral, yaitu mencintai Allah - agar dicintai Allah.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!
Saudara-saudara kaum muslim yang dirahmati Allah.
Nabi Ibrahim a.s, sebagai bapak manusia, telah menunjukkan teladan yang baik dalam kehidupan. Ibrahim bukan tipe manusia ambisius jabatan, tapi kemudian Allah justru memberikan mandat kepemimpinan atas sekalian umat manusia. Ibrahim a.s, bukan tipe manusia rakus harta, tapi Allah justru melimpahkan kesejahteraan untuk keluarganya. Ibrahim a.s, bukan tipe manusia KKN, tetapi Allah memberikan anugerah paling muliah kepada keturunannya yang melahirkan para Rasul dan Nabi. Ibrahim a.s., bukan tipe manusia politik, tetapi Allah menganugeharinya untuk memipim umatnya. Nabi Ibrahim a.s., bukan tipe yang suka menggantungkan kepada orang lain, bahkan tidak juga kepada pemerintah dan masyarakat yang menjadi budak-budak berhalanya, tetapi justru berhasil menciptakan aset-aset moral dan material yang buahnya tidak henti-hentinya mengalir. Nabi Ibrahim a.s., memliki etos kerja yang tinggi, sehingga memiliki prestasi sempurna dari sekalian perestasi yang pernah dicapai oleh umat manusia. Nabi Ibrahim a.s., mendapat predikat “khalilullah”, “sahabat “ atau “kekasih” Allah yang dianugerahkan kepadanya. Allah mengakui keikhlasannya, perilaku ihsannya, dan ketaatannya yang tanpa reserve kepada apapun.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!
Saudara-saudara kaum muslim yang dirahmati Allah.
Dari sejarah atau cerita Nabi Ibrahim a.s ini, apabila kita tarik pada kehidupan sekarang ini maka kita harus berani dan bersedia melakukan :
Pertama, terus menerus menegakkan, menjaga dan meluruskan keimanan kita kepada
Kita harus bersedia dan berani meruntuhkan semua “berhala-berhala” yang ada pada kita yang berujud “keinginan, Kepentingan, berujud harta benda, berujud kedudukan dan kepangkatan, berujud politik, berujud kegagahan dan kecantikan, dan sebagainya agar kita tidak “sombong” dan “angkuh” terhadap semua yang ada pada kita”. Mari kita bangun dan tegakan iman, akhlak dan moral “yang anggun” hanya kepada Allah tanpa reserve kepada apapun dan kepada siapapun, sehingga kita akan menjadi kekasih Allah.
Kedua, kita harus berani dan bersedia “mengorbankan” apa yang ada pada kita yang kita sayangi, demi ketaatan dan keikhlasan kepada Allah.
`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx«     

 Artinya: “Kalian tak akan mencapai kebaktian yang tinggi, sampai kalian sanggup mengorbankan “kesayangan kalian” [Ali Imran: 92 )

Ketiga, membangun dialog antara anak dan bapak secara demokratis, hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan keluarga, di sekolah dan masyarakat, sehingga model-model pendidikan tidak “kita kaku” yang melahirkan manusia yang koropsi dan brutal, tetapi pendidikan yang mampu melahirkan manusia-manusia yang beriman, manusia yang berakhlak dan bermoral yang anggun, manusia yang kreatif dan inovatif, manusia yang menghargai hak-hak manusia, manusia taat hukum dan bersedia dihukum apabila bersalah, dan manusia yang memiliki etos kerja yang tinggi untuk mewujudkan hidup yang layak.
Keempat, membangun etos kerja dengan memiliki kemampuan intelektual yang handal agar dapat memberdayakan umat. Memberdayakan pendidikannya, berbudaya, bermoral dan berakhlak yang anggun, berpolik dengan landasan iman dan akhlak yang anggun, bekerja dan beprelikau yang jujur dalam kehidupan masyarakat. Mari kita berjuang dengan meniru perilaku Nabi Ibrahim a.s, sebagai teladan bagi perjuangan dan kejayaan kita di masa datang.
Kelima, disetiap saat di dalam hidupmu hendaklah engkau siap sedia memperjuangkan kemerdekaan. Tidaklah berarti engkau harus menjadi penguasa atau memperoleh kekuasaan. Engkau harus berani membebaskan diri-mu dari berhala-berhala disekeliling-mu dan semua tipu-daya syaitan. Sebab syaitan mempunyai berbagai warna dan berbagai “tipu daya”. Katakan saja, pada hari ini syaitan akan berusaha memperdaya engkau dengan “korban-mu” dan pada saat itu engkau masih terperdaya karena “kebanggaan” [riya’a] bahwa engkau telah mengorbankan “korban-mu”. Bebaskan diri engkau dari itu semuanya dan ikhlas-lah kepada Allah dalam setiap amal perbuatan-mu. Engkau akan menang dan engkau akan menjadi manusia terbaik di dunia dan akhirat. Amin ya rabbal alamin

Akhirnya marilah kita tutup khutbah Idul Adha pagi ini dengan berdoa kepada Allah swt:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.

Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang zhalim dan kafir.

اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
اَللَّهُمَّ اِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمِ لاَ يَنْفَعُ  وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَسْبَعُ وَمِنْ دُعَاءِ لاَيُسْمَعُ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tak khusyu dan jiwa yang tak pernah merasa puas serta dari doa yang tak didengar (Ahmad, Muslim, Nasa’i).
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَّشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرًا

Ya Allah, jadikanlah mereka (para jamaah haji) haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni, perdagangan yang tidak akan mengalami kerugian
 رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

Silahkan Download dan tinggalkan komentar Anda...!!



Baca Selengkapnya - Khutbah Hari Raya Idul Adha 1432 H

Kamis, 06 Oktober 2011

Di Tengah Tawa, Jangan Lupa untuk Menangis


Sejarah mengenalnya dengan nama Muhammad Ibnu Sirin al Anshary rahimahullah, seorang ulama tabi’in yang mulia. Kualitas iman dan ilmunya tidak lagi diragukan, kemampuannya mentakwil mimpi berdasarkan nash-nash shahih menjadi kelebihannya yang populer, kedalaman ilmunya mengenai takwil mimpi dapat kita nikmati pada kitabnya yang berjudul Tafsirul Ahlam. Dan hal ini diakui pula oleh ulama-ulama kibarpada zamannya.
Tapi ada pelajaran lain yang dapat kita petik dari ulama yang mulia ini, Dr. Aidh Abdullah al Qorni dalam salah satu bukunya, yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul ‘Pesona Cinta’ mengutip pernyataan seorang ulama tentang Ibnu Sirin; Muhammad Ibnu Sirin kata Al Qorni, adalah seorang ulama yang senang bercanda, bahkan sering pula bercandanya menyebabkan dirinya dan orang-orang yang mendengar tertawa terbahak. Tapi di sisi lainnya Ibnu Sirin adalah seorang yang mudah menangis, sering beliau terisak ketika membaca Al-Qur’an dalam munajat-munajat malamnya.
•••
Belakangan, bercanda dianggap cara yang paling efektif untuk berkomunikasi. Dengan bercanda kesalahan dianggap sesuatu yang lumrah dan selalu termaafkan. ‘Sengketa hati’ jarang hadir dari aktivitas bercanda. Bahkan kini, bercanda menjadi komoditi dagang yang favorit di stasiun-stasiun TV. Tapi, berkaca pada Muhammad Ibnu Sirin rahimahullah selayaknya di tengah gelak tawa, kita sisipkan hati dan pikiran kita untuk bertafakur dan bertaqarub kepada Allah. Jangan sampai seringnya tertawa membuat kita lupa betapa nikmatnya menangis tersedu kepada Allah.
•••
Ada ibrah menarik pula yang kita dapatkan dari sahabat mulia, ‘Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu. Sahabat yang alim ini dikenal periang dan suka berkelakar. Hal ini juga yang disifatkan Umar bin Khathab kepada ‘Ali. Suatu saat menjelang wafatnya Umar bin Khathab memberikan penilaian pada keenam calon penggantinya, termasuk ‘Ali. Imam az Zuhri meriwayatkan kejadian ini sebagaimana diuraikan oleh Ibnu Abil Hadiid dalam kitab Syarh-nya. Setelah menyifati Zubair ibn al Awwam, Thalhah ibn ‘Ubaidillah, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Maka tibalah saatnya ‘Ali. Umar menghadap ke arah ‘Ali, kemudian berkata, “Dan adapun engkau ‘Ali, Demi Allah seandainya bukan karena unsur kelakar dalam dirimu, niscaya engkau bisa membawa mereka pada tujuan yang terang dan kebenaran yang jelas ketika engkau memimpin mereka, sayangnya, mereka takkan mau kau bawa ke sana. Mereka takkan melakukannya.”
Begitulah, banyaknya bercanda membuat Umar enggan memilih ‘Ali sebagai penggantinya.
•••
Tapi, ada kisah lain dari seorang ‘Ali yang penuh hikmah. Untuk itu kita simak apa yang disampaikan oleh Dhirar ibn Dhamrah al Kinani (salah seorang teman dekat ‘Ali pada perang di Shiffin) pada Mu’awiyah tentang ‘Ali. “ ’Ali itu, demi Allah adalah jauh pandangannya dan teguh cita-citanya. Beliau selalu membelakangi dunia dan kemewahannya, selalu menyambut kedatangan malam dan kegelapannya. Aku bersaksi,” lanjut Dhirar “Bahwa aku telah melihatnya dalam keadaan yang sangat mengharukan. Ketika itu, malam telah menabiri alam dengan kegelapannya. Adapun beliau masih duduk di mihrabnya, menangis terisak seperti ratapan orang yang sedang patah hati. Beliau terus bermunajat pada Allah mengadukan berbagai hal. Dia berkata pula pada dunia, “Hai dunia! Menjauhlah dariku! Mengapa engkau mendatangiku? Tak adakah orang lain untuk kau perdayakan? Adakah kau sangat menginginkanku? Engkau tak mungkin dapat kesempatan mengesankanku! Tipulah orang lain, aku tidak memiliki urusan denganmu! Aku telah menceraikanmu tiga kali. Kehidupanmu singkat, kegunaanmu kecil, kedudukanmu hina, dan bahayamu mudah berlaku.”
Dhirar pun duduk, dia meratap. Mendengar ratapan itu, tangis Muawiyah makin tak tertahan. “Demi Allah”, kata Muawiyah “Memang benarlah apa yang engkau katakan tentang ayah si Hasan itu.”
•••
Begitulah para ‘alim mengajarkan pada kita, di tengah kelakar dan candaannya, mereka tidak pernah lupa untuk menangis meratap kepada Allah. Karena seperti yang disampaikan oleh ‘Ali sendiri, “Tidak ada mata yang menangis, kecuali ada hati yang hidup di belakangnya.”

Baca Selengkapnya - Di Tengah Tawa, Jangan Lupa untuk Menangis