Jumat, 23 Maret 2012

Dakwah Karena-Nya atau Karenanya?

Saudaraku, bersabarlah. Terpaan dan dinamika yang kita rasakan merupakan bagian dari manisnya perjuangan. Karena kita tidak akan tahu betapa mahalnya rasa manis, tanpa sebelumnya mengenal apa itu rasa pahit. Betapapun terpaan dan dinamika itu berasal dari saudara kita sendiri. Atau bahkan dari diri kita sendiri.
Pada dasarnya, kita memang harus memahami bahwa gerbong dakwah ini tidak hanya diisi oleh kalangan kita sendiri. Laiknya gerbong kereta, yang isinya tidak hanya dari kalangan eksekutif semata, tetapi ada juga dari rakyat biasa, pengamen, atau bahkan pencuri. Untuk itu, tidak semestinya kita mengeluh terhadap hal itu. Apalagi menghardik keberadaan mereka. Sebaliknya, seharusnya kita lebih membuka mata dan hati kita, menjadikannya kesempatan untuk lebih mengenal tempat di mana posisi kita berada.
Seperti itulah kenyataannya, Saudaraku. Kita tidak sendiri. Ada harakah dan wajihah selain kita. Mereka berbeda, tapi memiliki tujuan yang sama, yaitu Allah SWT. Jika harakah adalah jalan, maka wajihah adalah kendaraannya. Kita harus menyadari, bahwa untuk sampai suatu tujuan itu tidak mesti melalui jalan yang sama dan kendaraan yang sama. Ibarat mau ke Blok M, kita bisa melewati Pondok Indah, Pondok Labu, Pondok Cabe, atau Pondok Pinang. Semua jalan itu sah-sah saja, selama tujuannya sama. Perbedaan dalam memilih jalan hanyalah karena sudut pandang yang berbeda dalam melihat jalan yang efektif untuk mencapai tujuan dakwah. Sementara dalam satu jalan tersebut, kita bisa saja memilih kendaraan apa saja yang sekiranya cocok dengan kita.
Saudaraku, kita tidak mesti dalam satu kendaraan. Karena boleh jadi ‘kendaraan-kendaraan’ lain itu mengisi kekosongan tempat yang mungkin belum kita lalui. Lihatlah, betapa banyak kendaraan itu. Mereka memiliki karakter dan sifatnya masing-masing. Itu sebabnya tidak selayaknya kita menilai mereka dengan kacamata jumawa, seolah hanya kendaraan kita yang benar. Cobalah perhatikan, mereka sama-sama mempunyai keunggulan yang tidak bisa kita banding-bandingkan antara satu dengan yang lain.
Meski menempuh jalan dan dengan kendaraan berbeda, mereka adalah saudara kita selama aqidah kita sama, aqidah Islam. Mereka juga bagian dari kita selama fikrah kita sama, fikrah Islam. Mereka tetap kelompok kita selama manhaj kita sama, manhaj Islam. Yang tidak sepatutnya adalah ketika kita menjadikan ‘jalan’ dan ‘kendaraan’ tersebut sebagai tujuan dan alasan dalam berdakwah.
Bersabarlah, Saudaraku. Perbedaan itu adalah hal yang wajar, selama spirit pergerakan ini tidak terbungkus kesombongan dan ashobiyah, melainkan ketulusan untuk fastabiqul khoirots. Sehingga antara wajihah atau harakah, dengan kelebihannya masing-masing, memacu laju dakwahnya guna memberikan yang terbaik untuk-Nya. Kita berjalan beriringan, saling menguatkan. Sungguh, keberagaman yang membuat dakwah ini semakin indah, bukan?
Namun, ada kalanya suhu kita tidak sama. Perbedaan menyikapi persatuan menjadi awal keretakan kita. Kemudian berlanjut menjadi fenomena yang menyedihkan, seperti rebutan kader, saling menjelek-jelekkan wajihah atau harakah lain, sambil membanggakan atribut-atribut keorganisasian masing-masing. Padahal di satu sisi, kita mengaku kader dakwah. Kalau sudah begini, mari telisik kembali orientasi dakwah kita: karena-Nya atau karenanya yang lain? Miris. Kekeliruan-kekeliruan itu seperti menunjukkan bahwa kita orang baru dalam dakwah ini.
Bersabarlah, Saudaraku. Beginilah yang terjadi jika orientasi perjuangan kita ditempatkan pada posisi yang salah. Laiknya berlayar, namun menggunakan kompas yang salah. Pada akhirnya gerak dakwah kita hanya buang-buang tenaga, pikiran, dan waktu. Lelah jadinya. Tidak ada ketenangan dan keberkahan. Salah menyikapi variasi dakwah terjadi. Lalu debat kusir di mana-mana. Hati pun semakin keras, sulit menerima pendapat. Ada pun fanatisme golongan membuat kita merasa wajihah atau harakah kita paling baik. Dan lain sebagainya. Ketika itu, tanpa kita sadari, kita tengah berjalan menuju jurang kehancuran, Saudaraku. Tak heran, fenomena ini dirangkum Fathi Yakan dalam sebuah buku “Robohnya Dakwah di Tangan Da’i”.
Sekali lagi bersabarlah, Saudaraku. Jangan terburu-buru menilai, menghakimi, atau mengomentari pihak lain. Sementara masih banyak yang harus kita pahami, soal harakah, dakwah, tarbiyah, dan ukhuwah. Tidakkah kita mengingat pesan Mustafa Masyhur dalam buku Thariqud Da’wah, bahwa tugas kita adalah menyeru, bukan menilai. Karena soal penilaian itu bukan urusan kita lagi, tapi merupakan ranah Allah Yang Maha Sempurna.
Saudaraku, bersabarlah. Mari kita belajar persatuan dari sekawanan semut. Meski dunia memandang mereka kecil, namun mereka tak pernah mengecilkan dunia. Sebab itulah mereka bersatu, sehingga mereka dapat ‘besar’ tanpa harus menjadi besar. Kuatnya mereka bukan lantaran otot kekar, yang tercipta dari upaya angkat-angkat materi, bukan pula hasil berjalan ke sana ke mari, melainkan karena kokohnya silaturahim. Gugusan mereka merupakan bukti nyata, bahwa mereka saling menjaga, saling percaya, saling merasa, saling peduli, saling mengerti.
Saudaraku, kesunyian akan mengebiri kala kita sendiri. Kedamaian akan membusuk apabila kita saling menusuk. Sementara, cinta akan sirna jika tak saling dewasa. Saudaraku, mari merajut langkah seperti semut. Mereka berjalan dalam persatuan, yang terlahir bukan atas dasar penyatuan, tapi persatuan yang terjalin melalui kesatuan. Mereka beriring, bukan tergiring.
Allahu a’lam…
Semoga Bermanfaat....!

www.herbalzakir.blogspot.com
Sumber: http://www.dakwatuna.com
Baca Selengkapnya - Dakwah Karena-Nya atau Karenanya?

Sabtu, 03 Maret 2012

Maafkan Aku Ya Allah, Aku Hobi Berselingkuh

Sahabat muslim sekalian, jika kita mendengar kata selingkuh maka yang ada di benak kita ialah sebuah perbuatan tercela dan tanda ketidaksetiaan seorang suami atau istri kepada pasangannya. Selingkuh merupakan tanda bahwa sudah tidak adanya lagi rasa saling memiliki dan menyayangi. Mereka yang pernah mengalami pengalaman “diselingkuhi” oleh pasangannya tentunya merasakan betapa dahsyatnya sakit hati yang di terima, betapa remuk redamnya jiwa yang menjadi korban dari tindak tercela tersebut. Namun, pernahkah sahabat sekalian merenungi, ternyata tanpa kita sadari kita sebagai manusia ciptaan Allah ini, tanpa di sadari seringkali melakukan “perselingkuhan” atau menomorduakan Allah dan menciptakan tandingan baru bagi kekuasaannya Allah di antaranya ialah:
1. Sahabat sekalian coba mari kita renungi, adakah di antara kita yang ketika online waktu yang kita sediakan jauh lebih banyak dari pada tilawah Al Quran atau berdzikir kepada Allah? Jika ya, berarti kita telah “berselingkuh” dari sang Maha Pengasih Allah Azza Wa Jalla. Bahkan yang lebih buruk, apakah waktu kita buat buang air besar jauh lebih lama dari pada waktu kita untuk tilawah Al –Quran? Allahu Akbar, ya Rabb ampunilah hambaMu ini yang lebih khusyu saat online di jejaring sosial dari pada saat tilawah Al-Quran dan berdzikir memuja asmaMu.
2. Wahai Allah ampuni hambaMu yang lemah ini, yang lebih suka begadang untuk melihat serunya pertandingan sepak bola daripada berkhalwat denganMu di duapertiga malam, waktu dimana orang-orang shalih bertahajud. Ampuni hamba ya Allah, jika lebih nyaman berada di kasur empuk yang membuat kami terbuai dalam mimpi-mimpi indah nan menipu, daripada sujud di selembar sajadah untuk bermunajat kepadamu meminta ridha dan berkahMu untuk kehidupan kami.
3. Ya Rabb, Hamba mohon ampun jika diri hamba yang hina ini lebih taat kepada manusia yang mempunyai kedudukan daripada taat kepadaMu, ampuni hamba yang lebih cepat menyambut dan segera datang saat direktur hamba memanggil, sedangkan saat suara AdzanMu di lantunkan, hamba memiliki seribu alasan untuk tidak segera menyambut seruanMu dan hamba tidak merasa bersalah sama sekali, ya Rabb betapa penuh noda dan rapuhnya keimanan hamba.
4. Ya Allah hamba mohon ampun, jika hamba selama ini lebih cinta kepada kekasih yang belum halal buat hamba, daripada cinta kepadamu. Maafkan jika hamba lebih sering membayangkan pasangan pujaan hamba daripada membayangkan betapa dahsyatnya neraka dan indahnya syurga.
5. Maafkan hamba ya Allah jika selama ini hamba lebih sering melihat pesan di handphone canggih hamba setiap selesai shalat daripada melihat pesan-pesan hadits Rasulullah, kekasihmu yang agung. Hamba lebih sering menangis karena tidak dapat tiket konser artis luar negeri daripada menangis ketika membaca ayat-ayatMu.
6. Ya Allah, ampuni hamba yang bodoh ini, ketika hamba menjadi merinding saat mendengar seorang kafir bernyanyi dengan merdunya daripada saat mendengar Ayat-ayat Al-Quran dibacakan. Hamba merinding saat mendengar pidato presiden negara adi daya saat dia ada di negara hamba. Sedangkan ketika ulama berkhutbah di Masjid saat Shalat Jum’at Hamba malah tidur dengan nyenyaknya, seolah perkataan khatib yang penuh hikmah itu adalah hal yang membosankan, padahal di dalamnnya terkandung asma dan kalamMu.
7. Ya Rabb, ampuni hamba yang hanya bisa berkata-kata bijak di jejaring sosial tapi di belakang hamba jauh dari bijak, bahkan tidak sama sekali melakukan apa yang hamba tulis itu.
Ya Rabb, ampuni hamba yang tanpa disadari hamba “berselingkuh” dari mu setiap hari dan setiap waktu, ampuni hamba yang merasa diri hamba jauh dari dosa, padahal dosa-dosa itu sudah berkarat di diri hamba, sehingga tidak hamba sadari. Wahai Allah ampuni hambaMu ini setiap hari, dan hamba yakin Engkau Maha Pengampun kepada HambaMu, sesungguhnya rahmatMu lebih luas daripada dosa-dosa hamba.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/
Baca Selengkapnya - Maafkan Aku Ya Allah, Aku Hobi Berselingkuh

Jumat, 02 Maret 2012

MARI BELAJAR MEMAKNAI KESABARAN

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. al-Baqarah [2]: 214)
Segala Puji Bagi Allah yang telah memberikan kita kelimpahan dan kecukupan rezeki, meski itu sering dikeluhkan olah manusia. Selawat teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan mulia, Nabi Muhammad SAW. Kepada keluarga, sahabat, serta seluruh pengikut beliau yang senantiasa menapaki jejaknya hingga yaumil akhir nanti. Amin.
Kehidupan adalah jalan lurus yang terhampar padanya duri-duri tajam lagi menyiksa. Pun yang terhias pernak-pernik kesenangan dan kemudahan yang melenakan. Juga segala olah rasa yang sering membuat raga tak kuasa menahan semua beban hidup yang ada, sehingga banyak manusia berusaha menghilangkan nyawanya. Serta butir-butir hikmah yang sejuknya terasa hingga jiwa, yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang selalu ingin mendekatkan dirinya dengan Sang Pemilik hikmah.
Adalah keindahan yang sempurna semua kejenuhan rutinitas yang ada, di mana manusia akan bisa belajar mewarnai monotonnya hari yang selalu dia lalui. Dengan begitu, kita secara tidak langsung diajarkan untuk ikut berlelah diri dalam mengisi umur yang telah diberi. Agar manisnya terkesan berarti, juga menyejarah hingga tua nanti. Dengan semua kepayahan yang kita usahakan, Allah tidak akan mendiamkan begitu saja. Allah pasti akan membalas dengan balasan yang terindah di setiap saatnya.
Karena kita makhluk sempurna, pasti akan selalu ada aral melintang yang menjadi penghalang. Di setiap nafas asa yang membara dalam dada, di kala bencana duka yang menyayat hati, pun masa ketika kita mencoba berusaha berbaik laku dan sangka pada alam sekitarnya. Itulah ujian keimanan yang kan mendewasakan batin dan pikiran kita. Dan sebaik-baik penangkalnya adalah kesabaran. Dari semua, suka duka, hinaan gunjingan, tekanan aturan juga kebutuhan hidup harian.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,
““Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji`ûn” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-Baqarah [2]: 155-157)
Salah satu kesabaran seorang anak manusia adalah ketegaran dari perlakuan zhalim yang dia terima. Ketika kehidupan bermasyarakat sudah mensyaratkan kasta-kasta, lalu ego manusiawi turut meramaikan pergolakan hati. Antara ambisi pribadi dan panggilan nurani yang ingin selalu memberi. Pun saat dunia kerja tak lagi mampu dipercaya. Kemudian tercipta kesenjangan antar golongan, pemimpin dengan bawahan, yang kaya dengan yang kurang berada.
Namun Allah Yang Esa, selalu mendampingi di tiap jerit pinta seorang hamba yang yakin sepenuh jiwa bahwa DIA pasti akan terus mengupayakan yang paling baik di antara yang terbaik yang manusia itu usahakan untuk dirinya.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11).
Keberhasilan hidup Anda sepenuhnya ada dalam tanggung-jawab Anda.
Janganlah lagi menunggu dibuat berhasil, dan jangan izinkan orang lain memperlambat keberhasilan Anda.
Kehidupan ini adalah kehidupan Anda. Maka keberhasilannya adalah keputusan penuh Anda!

Katakanlah, say it!
I am the boss of my life!
(Mario Teguh)
Seberat dan sebesar apapun kesusahan yang kita terima, baik itu di keluarga, masyarakat, pun tempat bekerja ketika pemimpin tak kuasa beri ruang pada tangga keberhasilan kita. Pasti selalu ada hikmah di dalamnya. Dan kala tuntutan hidup semakin tumbuh seiring perekonomian yang carut marut. Sebuah pesan indah pertarungan megah yang kan menghantarkan kita pada tepian samudera ketegaran. Saat itulah mungkin makna kesabaran kan terasa lezatnya.
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (QS. az-Zumar [39]:10)
Kesabaran yang tersandar pada kuatnya keyakinan pada Sang Maha Kuat, akan mampu melahirkan keberanian bersikap. Bukan berbuah pasrah yang rela tertindas dalam penguasaan orang lain. Namun terlebih pada penunjukan prinsip diri yang kokoh, yang tak mudah gentar hanya dengan gertakan duniawi semata.
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar”. (QS. Ali-Imran [3]:146)
Kesabaran bagaikan kayu bakar yang kan mampu membarakan semangat juang setiap insan. Namun kita masih memerlukan api penyulutnya, agar benar-benar bisa merasakan hangatnya kekuatan untuk melawan segala fitnah yang kan menghadang. Dan sebaik-baik api penyulut kesabaran adalah shalat. Karena mereka selalu disejajarkan sebagai senjata ampuh melawan kezhaliman.
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah [2]: 45-46)
“Dan perintahkanlah keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS. Thaahaa [20]: 132)
Kesabaran manusia hanya akan berbuah kekecewaan bila tidak diikat dengan shalat. Karena shalat bukan hanya sebuah ritual semata, bukan pula penggugur kewajiban belaka. Shalat adalah bukti ketundukan dan kepatuhan kita pada Allah SWT, Pemilik segala kemudahan. Dan jangan sampai kita menjadi makhluk durhaka yang mengabaikan Tuhannya setelah DIA Yang Esa Memberikan semua nikmat-nikmat-Nya pada kita.
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS. al-Maa’idah [5]: 55)
Sejarah pun mencatat perintah sabar dan shalat, yaitu ketika Lukman menasihati anaknya yang terabadikan dalam Al-Qur’an;
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Lukman [31]: 17)
Mutiara itu adalah kesabaran yang tersimpan di kedalaman lautan, dan penjaga agar kemilaunya tak pernah redup adalah shalat yang menutupinya bagaikan cangkang yang kokoh. Dan keduanya adalah permata yang amat berharga. Seperti itulah kiranya makna kesabaran yang terwarnai dengan konsistensi shalat yang harus kita miliki, teramat dalam menghujam hati sehingga tercipta sebagai identitas pribadi.
Mari kita belajar lebih memaknai kesabaran, agar hari-hari esok yang kan menantang bukan lagi jadi hambatan yang terlalu berarti.
“Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara(mu).” (QS. al-An’aam [6]: 104)


Sumber: http://www.dakwatuna.com/
Baca Selengkapnya - MARI BELAJAR MEMAKNAI KESABARAN