Rabu, 25 Juli 2012

5 Fakta Unik Tentang Ka'bah

Ka'bah merupakan kiblat salat bagi seluruh umat muslim di dunia. Ka'bah terdapat dalam area Masjidil Haram yang terletak di kota Makkah, Arab Saudi. Setiap tahunnya, jutaan muslim dari berbagai penjuru dunia datang ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah serta berziarah ke sejumlah tempat bersejarah di sana. 
Dalam Ka'bah tidak terdapat benda apapun. Meskipun demikian, Ka'bah memiliki arti yang sangat penting bagi umat muslim. Berdasarkan sebuah riwayat, Ka'bah merupakan bangunan pertama yang diciptakan sejak penciptaan bumi. 
Ka'bah memiliki rahasia tersembunyi, bahkan tempat-tempat sekitar ka'bah termasuk depan pintu Multazam merupakan tempat mustajab untuk berdoa. 
Namun, tahukah Anda jika ternyata ada banyak fakta unik di balik kesucian bangunan Ka'bah? detikramadan menghimpun dari berbagai sumber, sedikitnya ada 5 fakta unik tentang Ka'bah.
1.     Ka'bah mengeluarkan sinar radiasi
Sinar Radiasi
Planet bumi mengeluarkan semacam radiasi, yang kemudian diketahui sebagai medan magnet. Penemuan ini sempat mengguncang National Aeronautics and Space Administration (NASA), badan antariksa Amerika Serikat, dan temuan ini sempat dipublikasikan melalui internet. Namun entah mengapa, setelah 21 hari tayang, website yang mempublikasikan temuan itu hilang dari dunia maya.
Namun demikian, keberadaan radiasi itu tetap diteliti, dan akhirnya diketahui kalau radiasi tersebut berpusat di kota Makkah, tempat di mana Ka'bah berada. Yang lebih mengejutkan, radiasi tersebut ternyata bersifat infinite (tidak berujung). Hal ini terbuktikan ketika para astronot mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih tetap terlihat. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka'bah di planet bumi dengan Ka'bah di alam akhirat.
2.     Zero Magnetism Area
Magnetik Area
Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila seseorang mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.
Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Makkah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu, ketika mengelilingi Ka’ah, maka seakan-akan fisik para jamaah haji seperti di-charge ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.
3.     Tekanan Gravitasi Tinggi
Pusat Gravitasi
Ka'bah dan sekitarnya merupakan sebuah area dengan gaya gravitasi yang tinggi. Ini menyebabkan satelit, frekuensi radio ataupun peralatan teknologi lainnya tidak dapat mengetahui isi di dalam Ka'bah. Selain itu, tekanan gravitasi tinggi juga menyebabkan kadar garam dan aliran sungai bawah tanah tinggi. Inilah yang menyebabkan salat di Masjidil Haram tidak akan terasa panas meskipun tanpa atap di atasnya.
Tekanan gravitasi yang tinggi memberikan kesan langsung kepada sistem imun tubuh untuk bertindak sebagai pertahanan dari segala macam penyakit.
4.     Tempat ibadah tertua
Tempat Ibadah Tertua
Pembangunan Ka'bah telah dilakukan sejak zaman Nabi Adam AS. Ada pula sumber yang menyebutkan, Ka'bah telah dibangun semenjak 2000 tahun sebelum Nabi Adam diturunkan. Pembangunannya pun memerlukan waktu yang lama karena dilakukan dari masa ke masa. 
Menurut sebagian riwayat, Ka'bah sudah ada sebelum Nabi Adam AS diturunkan ke bumi, karena sudah dipergunakan oleh para malaikat untuk tawwaf dan ibadah. Ketika Adam dan Hawa terusir dari Taman Surga, mereka diturunkan ke muka bumi, diantar oleh malaikat Jibril. Peristiwa ini jatuh pada tanggal 10 Muharam.
5.     Ka'bah memancarkan energi positif
Sumber Energi Positif
Ka'bah dijadikan sebagai kiblat oleh orang yang salat di seluruh dunia, karena orang salat di seluruh dunia memancarkan energi positif apalagi semua berkiblat kepada Ka'bah. Jadi dapat Anda bayangkan energi positif yang terpusat di Ka'bah, dan juga menjadi pusat gerakan salat sepanjang waktu karena diketahui waktu salat mengikuti pergerakan matahari. Itu artinya, setiap waktu sesuai gerakan matahari selalu ada orang yang sedang salat. Jika sekarang seseorang di sini melakukan salat Dhuhur, demikian pula wilayah yang lebih barat akan memasuki waktu Dhuhur dan seterusnya atau dalam waktu yang bersamaan orang Indonesia salat Dhuhur orang yang lebih timur melakukan salat Ashar demikian seterusnya.
Memandang Ka'bah dengan ikhlas akan mendatangkan ketenangan jiwa. Aturan untuk tidak mengenakan topi atau kepala saat beribadah haji juga memiliki banyak manfaat. Rambut yang ada di tubuh manusia dapat berfungsi sebagai antena untuk menerima energi postif yang dipancarkan Ka'bah.

Semoga Bermanfaat...!
Baca Selengkapnya - 5 Fakta Unik Tentang Ka'bah

8 Kekeliruan yang Sering Dilakukan Selama Ramadan

Setiap muslim di berbagai wilayah bergembira menyambut tibanya bulan Ramadan. Berbagai kegiatan dan bentuk perayaan disuguhkan untuk menyemarakkan bulan suci ini. Namun sayangnya, perayaan dan kegembiraan yang ditampilkan umat muslim umumnya hanya secara lahiriah dan formalitas saja. Tidak banyak umat muslim yang benar-benar mendapat faidah dan keberkahan dari bulan yang penuh rahmat dan ampunan ini. 
Seperti hadis Rasulullah saw, “Berapa banyak orang yang berpuasa (tapi) tak memperoleh apa-apa dari puasanya selain rasa lapar dan dahaga belaka”. (HR Ibnu Majah & Nasa’i)
Kenapa ini bisa terjadi? Sebab kebanyakan kaum muslimin tidak berbeda dalam kehidupannya ketika menjalaninya di dalam bulan Ramadan dengan di luar bulan Ramadan, kecuali hanya perubahan jadwal makan. Banyak kekeliruan yang dilakukan umat muslim di bulan puasa. Apa saja kekeliruan itu? 
Berikut 8 kekeliruan yang banyak dilakukan umat muslim saat berpuasa di bulan Ramadan:
  1. 1. Malas melakukan aktifitas
  2.   Seringnya, rasa malas melakukan aktivitas menggelayuti selama puasa. Puasa dijadikan alasan untuk istirahat melakukan aktivitas berat seperti bekerja, sehingga efeknya manusia tidak lagi produktif dalam melakukan aktifitasnya. Padahal puasa membuat kita mudah berpikir, mendidik kita untuk mampu survive, dan memiliki daya tahan kuat. Sejarah mencatat bahwa kemenangan-kemenangan besar dalam futuhaat (pembebasan wilayah yang disertai dengan peperangan) yang dilancarkan oleh Rasul dan para sahabat, terjadi di tengah bulan Ramadan. Jadi, jangan lagi bermalas-malasan, atau menjadikan puasa sebagai alasan untuk tidak melakukan hal-hal produktif.

2.     Berpuasa tetapi tidak melaksanakan salat fardhu lima waktu
Diakui atau tidak, tetapi inilah penyakit yand diderita umat Islam. Banyak yang mengira puasa saja sudah cukup mengumpulkan pundi-pundi pahala. Padahal shalat dan puasa termasuk rangkaian kumulatif (rangkaian yang tak terpisah/satu paket) dari rukun Islam, sehingga konsekwensinya, bila salah satunya dilalaikan, maka akan berakibat gugurnya predikat “Muslim” dari dirinya.
Tunggu apa lagi? masih mau dianggap Islam "KTP" lengkapi ibadahmu dengan melakukan shalat Fardlu saat Ramadan atau bukan Ramadan.
3.     Berlebihan saat sahur dan berbuka puasa
Kebiasaan inilah yang menimpa kebanyakan umat Islam yang tak kunjung dewasa dalam menyikapi puasa Ramadan. Kendati telah melakukan berpuluh-puluh kali puasa, tetap saja kebiasaan ini sulit diubah. Yang salah adalah menjadikan berbuka puasa adalah ajang "balas dendam" atas kehausan dan kelaparan selama 14 jam menahannya.
4.     Berpuasa tapi melakukan maksiat
Yang penting kan puasanya". Kalimat ini nampaknya perlu digarisbawahi, karena makna yang penting puasanya, seolah dibatasi antara ibadah lainnya dan menjadikan ibadah lainnya yang juga wajib menjadi dibelakangi. Inilah yang memicu kita melakukan maksiat di bulan Ramadan. Setan memang terbelenggu, tapi setan dalam hati kita yang harus kita belenggu. Maka dari itu perlu diingat bahwa yang paling penting adalah kita menjaga hawa nafsu dalam diri kita. Sehingga dengan masa training selama sebulan ini akan mendidik kita menahan pandangan liar kita, menahan lisan yang tak jarang lepas kontrol.
5.     Masih tidak merasa malu membuka aurat (khusus wanita muslimah)
Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".(Surah Al Ahzab: 59)
Ayat tersebut sudah jelas diperintahkan untuk kaum perempuan menutup auratnya. Semua kembali kepada ketetapan dan kerendahan hati kaum perempuan dalam melaksanakan kewajibannya.
6.     Tidur Berlebihan
Bagaimana dengan sebagian kalangan yang berpendapat bahwa tidur di bulan Ramadan bernilai ibadah. Apakah faktanya demikian? Karena pada akhirnya gurauan yang timbul di masyarakat adalah jika tidur bernilai ibadah, maka tak ada salahnya menghabiskan bulan Ramadan dengan tidur. 
Perumpamaannya lebih tepat seperti ini, bahwa daripada melakukan maksiat lebih baik tidur saja. Rasulullah tetap produktif selama bulan Ramadan. Bahkan, pasukan Muslim pernah melakukan perang akbar di bulan ini. Rasulullah juga mengurangi waktu tidurnya yang memang sangat sedikit itu untuk memperbanyak ibadah.
7.     Meninggalkan salat tarawih tanpa udzur/halangan
Benar bahwa salat tarawih adalah sunnah tetapi bila dikaji secara lebih seksama niscaya kita akan dapatkan bahwa berpuasa Ramadan minus salat tarawih adalah suatu hal yang disayangkan, mengingat amalan sunnah di bulan ini diganjar sama dengan amalan wajib.
8.     Sibuk memikirkan persiapan hari raya
Idul Fitri adalah hari kemenangan seluruh umat Islam di dunia, setelah 30 hari menahan belenggu nafsu pada dirinya, ini perlu dirayakan tetapi tidak secara berlebihan. Idul Fitri masih 25 hari lagi, tetapi kebanyakan umat Islam sibuk menyiapkan Idul Fitri dengan membelanjakan uangnya secara berlebihan, bahkan tidak jarang mempertaruhkan keimanannya dengan tidak puasa karena aktifitas belanjanya yang menyita tenaga.

Semoga Bermanfaat

Baca Selengkapnya - 8 Kekeliruan yang Sering Dilakukan Selama Ramadan

Selasa, 24 Juli 2012

Puasa, Latihan Spiritual Menuju Insan Kamil

Puasa tentu bukan sekadar menahan lapar, dahaga dan hubungan seks. Yang teramat penting puasa sebagai latihan spiritual untuk mencontoh sifat-sifat Tuhan, sebagaimana dalam hadis takhallaqu bi akhlaqillah "(berakhlaklah sebagaimana akhlak Allah Swt). Al Qur'an menyebutkan "huwa yuth'im wa la yuth'am" (Tuhan memberi makan dan tidak diberi makan) (QS 6:14) dan "lam takun lahu shahibah" (Tuhan tidak memiliki pasangan) (QS 6:101).
Bukankah dalam berpuasa kita tidak boleh makan, minum, dan berhubungan seks, sebaliknya kita diwajibkan berzakat fitrah, yaitu memberi makan kepada orang yang butuh. Harapan terakhir kita dengan menjalankan ibadah puasa agar kita mencapai kualitas 'insan kamil' (manusia paripurna), suatu kualitas spiritual yang paling diidealkan oleh umat Islam. Insan Kamil sesungguhnya tidak lain adalah internalisasi sifat-sifat Tuhan ke dalam diri kita sebagaimana dicontohkan oleh pribadi Rasulullah SAW.
Akhlak Tuhan dapat dikenal melalui sifat-sifat-Nya sebagaimana tergambar dalam nama-nama indah-Nya (al-Asma al-Husna). Ibarat seuntai tasbih nama-nama Indah itu berjumlah 99, dimulai dari lafzh al-jallah (Allah), dengan simbol angka 0 (nol), yang biasa dianggap angka kesempurnaan, disusul dengan ar-Rahman (Maha Pengasih), ar-Rahim (Maha Penyayang), al-Lathif (Maha Lembut), al-Jamal (Maha Indah), dan seterusnya sampai ke angka 99, ash-Shabur (Maha Sabar) dan kembali lagi ke angka nol, Allah (lafz al-Jalalah), atau kembali ke pembatas besar dalam untaian tasbih. Simbol angka nol berupa lingkaran atau titik, menggambarkan siklus kehidupan bagaikan sebuah lingkaran, yang bermula dan berakhir pada satu titik, yang diistilahkan oleh Al Qur'an: inna li Allah wa inna ilaihi raji'un (kita berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya).
Dalam perspektif tasawuf, nama-nama indah Tuhan bukan hanya menunjukkan sifat-sifat Tuhan, tetapi juga menjadi titik masuk (entry point) untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada-Nya. Setiap orang dapat mengakses dan mengidentifikasikan diri dengan nama-nama tersebut. Seseorang yang pernah berlumuran dosa lalu sadar, dapat menghibur diri dan membangun rasa percaya diri melalui identifikasi diri dengan nama al-Ghafr (Maha Pengampun) dan at-Tawwab (Maha Penerima Taubat), sehingga yang bersangkutan tetap mempunyai harapan dan tidak perlu kehilangan semangat hidup.
Tuhan memiliki kesempurnaan, antara lain tercermin dari keutuhan dua sifat-sifat sejati di dalam dirinya, yaitu sifat-sifat maskulinitas ("The Masculine God") dan sifat-sifat femininitas ("The Feminine God"). Di antara 99 nama indah-Nya, yang lebih dominan ialah sifat-sifat feminitas. Ini mengisyaratkan bahwa Tuhan lebih dominan sebagai pengasih dan penyayang daripada pemurka dan pendendam. Seseorang yang mendekati Tuhan lewat pintu feminin akan mengesankan Tuhan bersifat immanen, dekat, berserah diri, dan lebih tepat dicintai daripada ditakuti. Sebaliknya, seseorang yang mendekati Tuhan lewat pintu maskulin akan mengesankan Tuhan bersifat transenden, jauh, dominan, struggeling, dan menakutkan.
Di dalam bulan suci Ramadan, Tuhan lebih terasa sebagai The Feminine God daripada The Masculine God. Menurut para sufi, jalur tercepat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Tuhan ialah jalur yang pertama. Bahkan Syekh Muhyiddin ibn 'Arabi pernah mengatakan kepada muridnya: "Jika kalian ingin memotong jalan menuju Tuhan, terlebih dahulu kalian harus menjadi 'perempuan'. Menurutnya, unsur kelelakian merepresentasikan sifat al-jalal Tuhan, sedangkan unsur keperempuanan merepresentasikan sifat al-jamal Tuhan. Dalam bulan suci Ramadan, yang juga disebut bulan cinta (syahr al-hubb), Tuhan lebih banyak memperkenalkan dirinya sebagai The Feminine God.
Salah satu bentuk kemahapengasihan Tuhan ialah menganugerahkan bulan Ramadan (secara harfiyah: penghancur, penghangus). Setelah 11 bulan hambanya terasing di dalam kehidupan yang kering dan penuh dengan suasana pertarungan (power struggle), maka dalam bulan Ramadan ini kita diajak untuk kembali ke kampung halaman rohani, yang basah dan menyejukkan, serta penuh dengan suasana lembut (nurturing). Bulan Ramadlan ibarat oase di tengah padang pasir, memberikan kepuasan kepada kafilah yang sedang berlalu. Bulan Ramadlan adalah manifestasi dari rahmniyah dan rahimiyah Tuhan.
Sebagai orang yang berpuasa, selayaknya tidak saja menaruh kasih dan perhatian kepada sesama manusia, melainkan juga kepada makhluk-makhluk Tuhan yang lain. Idealnya orang yang berpuasa sudah dapat menciptakan kualitas ukhuwwah basyariyyah, ukhuwah islamiyyah, dan ukhuwah makhluqiyyah. Kualitas muttaqin yang dijanjikan Tuhan bagi mereka yang menjalankan puasa secara ikhlas dan baik bukanlah janji sederhana. Kualitas muttaqin merupakan dambaan setiap orang. Selain akan dilihat sebagai rahmat oleh sesama manusia dan sesama makhluk Tuhan, yang bersangkutan juga akan mendapatkan pengalaman spiritual yang mengasyikkan.
Seorang yang memiliki Taqwa akan merasakan kelapangan dada, meniru sifat Tuhan yang Maha Lapang (al-wasi'). Hujatan dan celaan atau pujian dan sanjungan apapun yang diadreskan orang kepadanya tidak lagi akan ditanggapi secara emosi berlebihan karena dadanya sedemikian lapang mampu menampung semuanya. Orang yang bertaqwa sulit dikenali kapan ia ditimpa mushibah dan kapan ia dikaruniai rezki. Ia memberikan respon yang biasa semua yang datang kepadanya. Berbeda orang yang tidak memiliki unsur ketaqwaan, selalu diwarnai suasana batin yang fluktuatif, jika dihujat maka dadanya terasa sumpek dan jika disanjung lehernya akan bertambah panjang.
Orang yang bertaqwa akan menyadari Allah swt sebagai Tuhan makrokosmos dan mikrokosmos. Manusia sebagai makhluk mikrokosmos merupakan bagian yang teramat kecil di antara seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Meskipun dipercaya oleh Tuhan sebagai khalifah di bumi (khala'if al-ardh), manusia tidak sepantasnya mengklaim Allah SWT lebih menonjol sebagai Tuhan manusia daripada Tuhan makrokosmos, karena pemahaman yang demikian dapat memicu egosentrisme manusia untuk menaklukkan, menguasai, dan mengekploitasi alam raya sampai di luar amban daya dukungnya; bukannya bersahabat dan berdamai sebagai sesama makhluk dan hamba Tuhan.
Tuhan tidak hanya memerhatikan kepentingan manusia, sebagaimana pemahaman yang keliru sebagian orang terhadap konsep penundukan alam raya (taskhir) kepada manusia. Seolah-olah konsep taskhr adalah "SIM" untuk menaklukkan alam semesta. Padahal, konsep taskhir sebenarnya bertujuan untuk merealisasikan eksistensi asal segala sesuatu itu sebagai "the feminine nature" yang mengacu kepada keseimbangan kosmis dan ekosistem.
Manusia sebagai khalifah selayaknya menjalankan fungsi kekhalifahannya senantiasa mengidentifikasikan diri dengan "The Feminine God". Sekiranya demikian maka sudah barang tentu tidak akan pernah terjadi disrupsi lingkungan alam dan lingkungan sosial; sebaliknya, yang akan terjadi adalah kedamaian kosmopolit (rahmatan li al-'alamin) di tingkat makrokosmos dan negeri tenteram di bawah lindungan Tuhan (Baldah Thayyibah wa Rab al-Gafr) di tingkat mikrokosmos. Hanya bagi mereka yang berpuasa yang dapat menjelaskan kaitan antara mikrokosmos, Tuhan, dan makrokosmos. Mereka akan merasakan bagaimana peranan puasa dalam menjalankan misi dan kapasitasnya sebagai khalifah dan representatif Tuhan di bumi.
Orang-orang yang demikian inilah sesungguhnya yang menjalankan konsep ketauhidan yang paling ideal. Mereka menganggap dirinya sebagai makhluk mikrokosmos yang mempunyai konsep kesatuan dengan makhluk makrokosmos. Di tingkat kemanusiaan, mereka dengan sendirinya berupaya menyingkirkan berbagai kesenjangan sosial yang ada di dalam masyarakat dalam upaya mewujudkan keutuhan sesama makhluk mikrokosmos. Konsep integralistik secara internal dan secara eksternal inil merupakan perwujudan prilaku insan kamil dan inilah konsep tauhid yang sesungguhnya.

Semoga Bermanfaat....!
Baca Selengkapnya - Puasa, Latihan Spiritual Menuju Insan Kamil

Senin, 23 Juli 2012

Fungsi Taqwa

Bulan Ramadhan adalah bulan istimewa. Umat muslim lebih khusuk beribadah dan melipatgandakan kebajikan di dalamnya. Tujuan ibadah ramadhan seperti digariskan oleh Allah dalam Alquran adalah agar kita meraih ketakwaan (QS Al-Baqarah: 183)
Takwa tak hanya berhubungan dengan keintiman ibadah antara makhluk dengan Khalik, tetapi juga berkorelasi erat dengan perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan bangsa yang bertolak dari sikap beragama yang jujur dan amanah sebagai manifestasi takwa.
Sering dijumpai dalam formulir CPNS termaktub syarat bagi pelamar harus beriman dan bertakwa kepada Tuhan. Namun realitasnya terma itu abstrak sekaligus dalam banyak hal absurd, soalnya setelah resmi jadi PNS tetap saja budaya korupsi marak meski ada syarat itu.
Banyak kalangan menganggap takwa berarti takut kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Asusmsi semacam ini sah-sah saja, tapi belum sepenuhnya mewakili esensi takwa, apalagi jika dikaitkan dengan upaya mengaktualkan terma takwa ini tak hanya untuk kesalehan individual, namun juga untuk melahirkan kesalehan sosial yang berdampak besar bagi kemakmuran yang bersendikan keadilan.
Secara bahasa, takwa berasal dari kata 'wiqayah': memelihara diri dari segala hal yang merusak dan merugikan diri kita. Allah swt berfirman: 
(#qà)¨?$#ur ZpuZ÷FÏù žw ¨ûtùÅÁè? tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNä3YÏB Zp¢¹!%s{ ( (#þqßJn=÷æ$#ur žcr& ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÎÈ  
"Dan bertakwalah kamu (hindarilah) fitnah yang tak hanya akan menimpa orang-orang zalim di antara kalian secara khusus." (al-Anfal: 25).
Menghindar dan menjaga diri dari fitnah dan kemurkaan Allah dengan menjalankan sunnatullah secara benar dalam tataran kosmos maupun sosial dan pranata hukum, juga adalah bagian penting esensi takwa kepada Allah swt.
Negara dan bangsa kita yang mayoritas muslim ini mengalami krisis keadilan dan penegakam hukum yang parah. Ajaran Islam yang dianut oleh mayoritas bangsa ini harus proaktif mengatasi krisis tersebut. Salah satunya dengan cara mem-breakdown terma Takwa ke dalam reformasi mental para penegak hukum di negeri ini.
Oleh Alquran dinyatakan bersikap adil dalam menegakkan hukum adalah wujud Takwa – I’diluu huwa aqrabu littaqwa - (al-Maidah: 8). Sikap tegas dan tanpa pandang bulu, meski diberlakukan terhadap diri sendiri dan kerabatnya, dalam penegakan hukum hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang taqwa kepada Allah,
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#ypkà­ ¬! öqs9ur #n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& ÈûøïyÏ9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7­Fs? #uqolù;$# br& (#qä9Ï÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ  

"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatnnya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (fakta-data) atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan" (an-Nisa:135)
            Dalam prakteknya, para pemimpin yang bertakwa seperti Ali bin Abi Thalib berlaku tawadlu dan taat terhadap putusan hukum, meskipun perkaranya untuk klaim baju besi yang dikuasai seorang Yahudi dikalahkan oleh Qadhi Syuraih di sidang pengadilan. Pasalnya, sang khalifah mengajukan saksi yaitu Hasan, putranya sendiri, dan Qanbar, pembantunya. Oleh Syuraih, saksi dari kerabat seperti ini ditolak karena dianggap bisa menimbulkan bias. Akhirnya sang Qadhi memenangkan si Yahudi, dan Khalifah Ali pun menerimanya dengan ikhlas. Sikap tawadlu yang lahir dari takwa inilah justru memicu si Yahudi masuk Islam.
"Duhai Amirul Mukminin, anda mengajukan saya kepada Qadhi bawahan anda, tapi dia malah memenangkan saya atas anda. Saya bersaksi bahwa ini adalah kebenaran dan saya bersaksi tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah", ujar warga Yahudi itu. Subhanallah!
Demikianlah, hakikat dan fungsi takwa mewujud dalam keseharian dan pola tata laksana pemerintahan yang menjunjung tinggi hukum tanpa pandang bulu. Semoga "pelajaran" takwa dari sekolah Ramadhan ini dapat membekas dalam perilaku elit bangsa yang notabene mayoritas adalah muslim!

Semoga Bermanfaat !!
Baca Selengkapnya - Fungsi Taqwa

Minggu, 22 Juli 2012

Menetapkan Visi dan Misi Ramadhan

Ramadan adalah bulan berkah, bulan ibadah, bulan maghfirah, bulan dilipatgandakannya pahala, dan bulan tarbiyah. Ramadan menjadi tidak bermakna apabila banyak makan di malam hari, senda gurau, main-main, petasan, tidur siang hari, dan yang melalaikan lainnya. Sehingga apabila tidak disiapkan sebelum memasuki Ramadan, maka dikhawatirkan Ramadan kali ini gagal meraih ampunan Allah. Mengapa pula bisa menjadi gagal? Karena kita juga tidak memiliki visi misi yang benar seperti yang disunnahkan oleh Rasulullah saw dalam memaknai bulan suci ini.
Lalu apa visi Ramadan yang harus kita tanamkan di dalam diri, yakni sedikitkan makan dan minum, sebaliknya perbanyak ibadah. Perlu dicamkan bahwa hanya dengan menyedikitkan makan dan memperbanyak ibadah, seluruh keutamaan bulan suci Ramadan akan tercapai dan kita berhak mendapat ampunan.

Misi Ramadan ada 10 hal:
Dalam menjalani Ramadan ini kita mesti tekadkan memahami 10 misi. 
Misi pertama, ta'khirussahur (mengakhirkan sahur). Apakah sahur itu? Sahur bukan hanya makan malam atau sarapan di waktu dini hari, sahur adalah terjaga di 1/3 akhir malam untuk melakukan ibadah-ibadah. Sabda Rasul saw:"Bangunlah pada waktu sahur, karena waktu sahur itu penuh berkah".
Pastikan setiap hari pada waktu Ramadan kita terjaga di waktu sahur untuk meraih berkah, sehingga waktu dini hari tidak lebih disibukkan oleh sekadar makan/minum.

Misi kedua, menyegerakan berbuka. Rasul bersabda: "Ummatku senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa". Tentunya menyegerakan berbuka bukan berarti tergesa-gesa langsung menyantap makanan ketika suara adzan baru berkumandang. Lalui terlebih dahulu dengan adab-adab dalam menyantap makanan dan berbuka puasa, lalu utamakan makan dengan berjamaah agar kita bisa meneladani tradisi yang sering dijalankan oleh para nabi.
Perlu diperhatikan pula bagaimana Rasulullah saw dalam berbuka. Beliau saw biasa berbuka dengan kurma tiga butir, lalu minum air, kemudian salat Maghrib. Setelah shalat maghrib beliau saw menanti salat Isya. Rasul saw berbuka tidak seperti kita saat berbuka; segala ada, ada kurma, kolak, bakwan, teh manis, dan lain-lain. Lalu setelah maghrib kita bisa menyantap nasi dengan berbagai lauk pauknya, hingga adzan salat Isya berkumandang, kadang-kadang masih asyik melahap santapan.
Seringkali kita jadikan antara maghrib dan subuh sebagai ajang makan/minum semata. Jelas ini tidak sesuai dengan sunnah Rasul saw. Dari cara berbuka Rasul saw tadi mensunnahkan kita untuk "memelihara" suasana lapar siang hari di malam, karena dengan tidak kekenyangan pada malam hari maka ibadah malam akan lebih mudah.
Islam agama yang tidak merusak apalagi membinasakan kemanusiaan kita; Islam agama mudah dan memudahkan. Sunnah berlapar-lapar pada malam hari dibarengi kehalalan makan minum (seperlunya) agar kita tetap sehat dan kuat ibadah.

Misi ketiga, qiyamullail. Qiyamullail adalah rangkaian salat sunnah demi mengharap ridho Allah. Dijalankan dengan cara salat minimal 2 rakaat antara isya-subuh dengan sekali witir. Salat malam yang benar bukan dilihat dari jumlah rakaat 8 atau 20, tapi seberapa lama salat tersebut berdiri, ruku dan sujud plus kekhusyukannya. Seluruh hadits tentang shalat malam Rasulullah saw lebih menjelaskan bahwa shalat malam beliau itu berlama-lama saat qiyam, ruku, dan sujud, serta betapa khusyuknya.
Jumlah rakaat berapa pun bukan masalah penting, yang penting adalah sifat salat malam Rasulullah saw bisa kita laksanakan; lama dan khusyuk. Berlebihan dan berkenyang-kenyang saat berbuka puasa sangat mengganggu kekhusyukan dan kesanggupan berlama-lama salat malam.
Pilihan salat malam sangat banyak, silakan maksimalkan di rentang 9 jam antara Isya-Subuh di setiap malamnya. Salat malam bisa di awal, tengah atau akhir malam, boleh berjamaah atau sendiri, yang penting sekali lakukan salat witir sebelum tidur atau jelang subuh. Pastikan tiap malam kita salat malam, karena salat itu ibarat kembaran puasa. Puasa di siang dan salat malam pada malam harinya.

Misi keempat, merutinkan setiap waktu untuk tilawatul Quran. Ramadan bulan Quran. Rasulullah saw bersama Jibril as selalu mengkhatam Alquran berkali-kali setiap Ramadan.
Yang penting membaca. Apabila belum lancar membaca Alquran, segera belajar sekarang juga. Yang sudah lancar, maka perbanyaklah bacaannya minimal 1 juz/hari.
Jangan menjadi alasan kita menunda membaca karena adanya ungkapan, "Ah, yang penting paham bukan baca Quran!". Ketahuilah! membaca adalah satu tuntutan dan paham adalah tuntutan yang lain. Jadikanlah hari-hari dan malam-malam sebagai hari dan malam yang disenandungkan Alquran dengan ikhlas plus benar dan baik bacaannya, lebih sempurna lagi kita memahami isi, dan makna terkandung di dalamnya.
Sekali lagi membaca Alquran adalah ibadah dan memahaminya pun ibadah. Jangan salah satu mengabaikan yang lainnya; amalkan keduanya.

Misi kelima, perbanyak dzikir dan doa. Dzikir adalah simbol dekatnya hamba kepada sang Kholiq. Doa simbol "connecting" antara keduanya. Kedekatan yang terjalin akan mewujud melalui sikap hamba yang selalu berharap dan takut kepada Allah dan sifat Allah yang rahman terhadap hamba-Nya, itulah hakekat dzikr. Keterhubungan adalah ketika hamba yang faqir selalu memohon kepada Allah yang Maha Kaya melalui doa tulus nan ikhlas.
Waktu doa terbaik pada saat berpuasa adalah pada saat jelang berbuka, tapi sebagian kita saat tersebut justru sibuk dengan hidangan berbuka. Berdoalah untuk kebaikan diri, pasangan, keluarga, masyarakat dan bangsa Indonesia di setiap jelang buka sepanjang bulan. Tidak hanya mengandalkan doa, sebagai insan yang dikarunia akal, perlu disempurnakan pula dengan kerja keras, cerdas dan ikhlas yang diawali perencanaan matang, serta diikuti evaluasi akurat, menjadikan sempurna doa kita. 

Misi keenam, optimalisasi zakat, infaq, shadaqah dan waqaf. Semuanya merupakan simbol dan wujud nyata nilai-nilai berbagi dengan sesama. Sejatinya Ramadan adalah bulan peduli dan berbagi. Berbagi dan peduli berarti memerlukan sejumlah dana. Nah, itu artinya tidak boleh terjadi justru Ramadan menurunkan nilai produktifitas. Malah mesti mendongkrak kinerja dan semangat ikhtiarnya. Seorang yang menjalani bulan Ramadannya yang bervisi misi akan penuh dengan nilai efektifitas tinggi.
Sepanjang bulan Ramadan, belanja untuk hal-hal sekunder dan tersier biasanya jarang dilakukan, seperti jalan-jalan rekreasi, renang, dan sejenisnya, karena fokus pada amaliyah Ramadan. Bukankah ini berarti terjadi penghematan pada satu sisi anggaran. Hemat terhadap hal-hal sekunder dan tersier, sengaja makan sedikit, dan fokus pada ibadah, tentunya menjadikan rekening di bank masih penuh, dompet pun masih tebal, maka saatnyalah zakat, shadaqah dan wujud kepedulian dan kedermawanan lainnya menjadi mudah diamalkan bagi orang yang bervisi misi Ramadan yang benar sesuai Sunnah Rasul saw.

Misi ketujuh, perbanyak amal saleh dan ibadah sunnah lainnya. Yang dimaksud dengan 'lainnya' adalah selain ibadah pada misi 1 sd 6 bulan Ramadan yang telah dijelaskan sebelumnya.
Tholabul ilmi (menuntut ilmu) di antaranya dengan cara membaca buku keagamaan, menyimak acara TV yang bermanfaat, radio, internet dan sosial media lainnya yang berkonten Islami, juga bisa hadir di majelis-majelis ilmu. Pastikan kehadiran diri pada salat berjamaah, bakti kepada orang tua, jadi panitia Ramadan dan amal saleh lainnya haruslah lebih optimal.


Misi kedelapan, meninggalkan hal-hal mubah yang tidak bermanfaat. Ramadan saatnya kita serius, giat, sungguh-sungguh dan unjuk prestasi, Bukan malah santai! Maka hindari diri dan anak-anak kita (terutama yang sudah baligh) dari membuang-buang waktu untuk bermain monopoli, ular tangga, gaple, congklak, PS, petasan, dan ngabuburit tidak bermanfaat, yang seringkali menjadi aktifitas rutin yang lebih dominan dibanding amaliah Ramadan.
Konten acara TV yang tidak berakhlaq penuh dengan lawakan berlebihan yang mengeksploitasi fisik, bukan dialog cerdas, menambah daftar ketidakbermanfaatan . Sedangkan kerja produktif, unjuk prestasi, ulet, gigih, cerdas, sungguh-sungguh dan memberi faidah kepada yang lain adalah keharusan sepanjang Ramadan ini.

Misi kesembilan, iktikaf. Definisinya adalah hadir di masjid dengan niat taqarrub dan ibadah kepada Allah Swt. Iktikaf dicontohkan di masjid jami' yang biasa digunakan untuk shalat Jum’at. Semakin besar maka semakin afdhol. Oleh karenanya, di Masjidil Haram adalah tempat paling afdhol untuk iktikaf. Iktikaf sangat terbatas pada ruang dan tidak terbatas pada waktu. Karena sunnah iktikaf sepanjang tahun, terutama di bulan Ramadan.
Sunnah iktikaf pada Ramadan adalah di setiap harinya. Tapi yang paling afdhol adalah di 10 hari terakhir, siang dan malamnya pula. Bagi seorang wanita yang hendak menjalankan ibadah iktikaf harus lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kodrat kewanitaan dan keterjagaannya. Diperhatikan pula dengan tidak meninggalkan kewajiban utamanya di rumah tangga.
Di tengah kesibukan beraktifitas sempatkan sesering mungkin hadir di masjid meskipun sering keluar masuk yang penting menjaga niat. Beribadah iktikaf menjadikan kita lebih menjadikan masjid sebagai tempat favorit untuk dikunjungi, dan senantiasa menjaga kehormatan mesjid dengan kegiatan yang sesuai dengan kesucian masjid.

Misi kesepuluh, mencari malam ‘Lailatul Qodar’. Bila kita pada malam ini terjaga dan beribadah, maka pahalanya setara dengan ibadah pada siang malam selama 1000 bulan.
Kapankah Lailatul Qadar (LQ) itu. LQ diperkirakan terjadi di malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan. Propabilitasnya pada malam-malam 21, 23, 25, 27 dan 29, malah, ada sebagian ulama mengisyaratkan sejak tanggal 19. Ada pula riwayat yang menuliskan bahwa LQ itu pada malam-malam ganjil di lima hari terakhir ramadhan, maka propabilitasnya malam 25, 27 dan 29. Malah beberapa shahabat, seperti Ubay bin Ka'ab, meyakini bahwa sepertinya LQ itu malam 27 setiap Ramadan.

Semoga bermanfaat…!
Ingin sehat kunjungi kami di http://apotikkeluarga.blogspot.com/
Baca Selengkapnya - Menetapkan Visi dan Misi Ramadhan