Senin, 23 Juli 2012

Fungsi Taqwa

Sebarkan Tulisan ini :
Bulan Ramadhan adalah bulan istimewa. Umat muslim lebih khusuk beribadah dan melipatgandakan kebajikan di dalamnya. Tujuan ibadah ramadhan seperti digariskan oleh Allah dalam Alquran adalah agar kita meraih ketakwaan (QS Al-Baqarah: 183)
Takwa tak hanya berhubungan dengan keintiman ibadah antara makhluk dengan Khalik, tetapi juga berkorelasi erat dengan perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan bangsa yang bertolak dari sikap beragama yang jujur dan amanah sebagai manifestasi takwa.
Sering dijumpai dalam formulir CPNS termaktub syarat bagi pelamar harus beriman dan bertakwa kepada Tuhan. Namun realitasnya terma itu abstrak sekaligus dalam banyak hal absurd, soalnya setelah resmi jadi PNS tetap saja budaya korupsi marak meski ada syarat itu.
Banyak kalangan menganggap takwa berarti takut kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Asusmsi semacam ini sah-sah saja, tapi belum sepenuhnya mewakili esensi takwa, apalagi jika dikaitkan dengan upaya mengaktualkan terma takwa ini tak hanya untuk kesalehan individual, namun juga untuk melahirkan kesalehan sosial yang berdampak besar bagi kemakmuran yang bersendikan keadilan.
Secara bahasa, takwa berasal dari kata 'wiqayah': memelihara diri dari segala hal yang merusak dan merugikan diri kita. Allah swt berfirman: 
(#qà)¨?$#ur ZpuZ÷FÏù žw ¨ûtùÅÁè? tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNä3YÏB Zp¢¹!%s{ ( (#þqßJn=÷æ$#ur žcr& ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÎÈ  
"Dan bertakwalah kamu (hindarilah) fitnah yang tak hanya akan menimpa orang-orang zalim di antara kalian secara khusus." (al-Anfal: 25).
Menghindar dan menjaga diri dari fitnah dan kemurkaan Allah dengan menjalankan sunnatullah secara benar dalam tataran kosmos maupun sosial dan pranata hukum, juga adalah bagian penting esensi takwa kepada Allah swt.
Negara dan bangsa kita yang mayoritas muslim ini mengalami krisis keadilan dan penegakam hukum yang parah. Ajaran Islam yang dianut oleh mayoritas bangsa ini harus proaktif mengatasi krisis tersebut. Salah satunya dengan cara mem-breakdown terma Takwa ke dalam reformasi mental para penegak hukum di negeri ini.
Oleh Alquran dinyatakan bersikap adil dalam menegakkan hukum adalah wujud Takwa – I’diluu huwa aqrabu littaqwa - (al-Maidah: 8). Sikap tegas dan tanpa pandang bulu, meski diberlakukan terhadap diri sendiri dan kerabatnya, dalam penegakan hukum hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang taqwa kepada Allah,
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#ypkà­ ¬! öqs9ur #n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& ÈûøïyÏ9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7­Fs? #uqolù;$# br& (#qä9Ï÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ  

"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatnnya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (fakta-data) atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan" (an-Nisa:135)
            Dalam prakteknya, para pemimpin yang bertakwa seperti Ali bin Abi Thalib berlaku tawadlu dan taat terhadap putusan hukum, meskipun perkaranya untuk klaim baju besi yang dikuasai seorang Yahudi dikalahkan oleh Qadhi Syuraih di sidang pengadilan. Pasalnya, sang khalifah mengajukan saksi yaitu Hasan, putranya sendiri, dan Qanbar, pembantunya. Oleh Syuraih, saksi dari kerabat seperti ini ditolak karena dianggap bisa menimbulkan bias. Akhirnya sang Qadhi memenangkan si Yahudi, dan Khalifah Ali pun menerimanya dengan ikhlas. Sikap tawadlu yang lahir dari takwa inilah justru memicu si Yahudi masuk Islam.
"Duhai Amirul Mukminin, anda mengajukan saya kepada Qadhi bawahan anda, tapi dia malah memenangkan saya atas anda. Saya bersaksi bahwa ini adalah kebenaran dan saya bersaksi tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah", ujar warga Yahudi itu. Subhanallah!
Demikianlah, hakikat dan fungsi takwa mewujud dalam keseharian dan pola tata laksana pemerintahan yang menjunjung tinggi hukum tanpa pandang bulu. Semoga "pelajaran" takwa dari sekolah Ramadhan ini dapat membekas dalam perilaku elit bangsa yang notabene mayoritas adalah muslim!

Semoga Bermanfaat !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar